KELOMPOK 4
Akuntansi Syariah dalam Al-Quran dan As-Sunnah
Makalah
DI
ajukan untuk memenuhi tugas
Mata
kuliah : Pengantar Akuntansi Syariah
Dosen
Pengampu :
·
Alfiyah Agustiyanti
·
Endang susmawati
·
Lusi Rosma Hidayah
·
Suci Wirastami
JURUSAN MUAMALAH EKONOMI PERBANKAN ISLAM FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON
2012
A.
PENDAHULUN
Akuntansi Syariah adalah aktifitas mengumpulkan, menganalisis, menyajikan
dalam bentuk angka, mengklasifikasikan meringkas dan melaporkan transaksi
perusahaan dalam bentuk informasi keuangan berdasarkan prinsip-prinsip islam
yaitu jujur amamah, bertanggung jawab dan
sebagainya. Akutansi
sebenarnya merupakan bagian dari mu’amalah dalam kajian Islam. Dalam
perkembangannya karena akutansi
merupakan kegiatan awamalah maka kebijakannya diserahkan kepada manusia.
Dalam Al-Qur’an kajian tentang akutansi syariah di jelaskan dalam surat Al-Baqoroh
ayat 282 yang menggambarkan angka yang memuat tentang akutansi syariah tapi
juga terdapat dalam sumber hukum islam seperti Hadis, Ijma dan Qiyas.
Realitas Akuntansi Syari'ah adalah tercermin dalam akuntansi zakat.
Akuntansi zakat menunjukkan proses di mana kekayaan diperoleh secara halal oleh perusahaan. Ini merupakan salah satu contoh dari turunan hisab yang merupakan bidang akuntansi. Disamping itu ternyata melalui Al Qur'an telah menggariskan bahwa konsep akuntansi adalah penekanan pertanggungjawaban atau accountability yang tujuanya menjaga keadilan dan kebenaran.
Jika kita mempelajari secara lebih detail tentang akutansi syariah dalam islam tanpa disadari Penciptaan alam semesta juga menggunakan konsep akutansi syariah.
Akuntansi zakat menunjukkan proses di mana kekayaan diperoleh secara halal oleh perusahaan. Ini merupakan salah satu contoh dari turunan hisab yang merupakan bidang akuntansi. Disamping itu ternyata melalui Al Qur'an telah menggariskan bahwa konsep akuntansi adalah penekanan pertanggungjawaban atau accountability yang tujuanya menjaga keadilan dan kebenaran.
Jika kita mempelajari secara lebih detail tentang akutansi syariah dalam islam tanpa disadari Penciptaan alam semesta juga menggunakan konsep akutansi syariah.
B.
AKUNTANSI SYARI’AH DALAM AL-QUR’AN DAN HADITS
1.
Akuntansi Syari’ah Dalam Pandangan Al-Qur’an
Akuntansi sebernarnya
merupakan domain muamalah dalam kajian Islam. Artinya diserahkan kepada
kemampuan akal pikiran manusia untuk mengelola atau mengembangkannya. Namun
akuntansi ini merupakan permasalahan yang penting, maka Allah SWT memberikannya
tempat di dalam kitab suci Al-Qur’an. Ayat yang menerangkan tentang akuntansi
terdapat dalam Surah Al-Baqarah Ayat 282, yang mana artinya :
“ hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang tidak ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan, hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan,
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun dari utangnya. Jika yang berutang itu orang
yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya), atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan,
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu. Jika
tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang wanita
dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun
besar, sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (tulislah muamalah itu) kecuali jika muamalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu
tidak menulisnya. Dan, persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan janganlah
penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan kepada dirimu. Dan bertaqwalah kepada
Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. “
Penempatan ayat di atas juga sangat unik dan relevan dengan sifat
akuntansi itu. Ia di tempatkan dalam Surat Sapi Betina sebagai lambang komoditi
ekonomi. Ia di tempatkan dalam Surat ke-2 yang dapat di analogkan dengan “double entry”, di tempatkan di Ayat 282
yang menggambarkan angka keseimbangan atau neraca.[1]
Dari ayat Al Baqarah di atas kita bisa mengambil tiga point penting
yaitu pertanggung jawaban, keadilan, dan kebenaran. Banyak ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah
Allah dimuka bumi. Implikasi dalam
bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik
bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban atas apa yang telah
diamanatkan dan diperbuat kepada
pihak-pihak yang terkait.
Prinsip keadilan, jika ditafsirkan lebih lanjut, surat Al-Baqarah :
282 mengandung prinsip keadilan dalam melakukan suatu transaksi. Prinsip
keadilan ini tidak saja merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial
dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang melekat dalam fitrah manusia. Hal
ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk
berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya.
Dalam konteks akuntansi, menegaskan bahwa kata adil dalam ayat 282
surat Al-Baqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang
dilakukan oleh perusahan harus dicatat dengan benar. Misalnya, apabila nilai
transaksi adalah sebesar Rp. 100 juta, maka akuntansi (perusahan) harus
mencatat dengan jumlah yang sama, yaitu Rp. 100 juta. Dengan kata lain tidak
ada pemalsuan atau penggelapan dalam praktik akuntansi perusahaaan.
Prinsip kebenaran, prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan
dengan prinsip keadilan. Sebagai contoh, dalam akuntansi kita akan
selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran laporan. Aktivitas ini
akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran.
Kebenaran ini yang nantinya akan dapat menciptakan nilai keadilan dalam
tansaksi-transaksi ekonomi.
Standar akuntansi yang
diterima umum dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan syariah Islam. Transaksi yang tidak
sesuai dengan ketentuan syariah, harus dihindari, sebab setiap aktivitas usaha
harus dinilai halal-haramnya.
Ayat lain yang menunjukkan tentang akuntansi ialah dalam Al-Qur’an
Surah Asy-Syu’ara ayat 182-183 yang artinya :
“ Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang merugikan. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur
tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal
pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur
kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan
keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang
dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja
dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga
secara logis dikhawatirkan dia akan memanipulasi laporan demi
kepentingannya. Oleh karena itu di butuhkan Akuntan Independen.
Akuntan Independen adalah orang yang
melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya.
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita
harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan
dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang
berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah kita melihat bahwa tekanan Islam
dalam kewajiban melakukan pecatatan adalah:[2]
a.
Menjadi bukti dilakukannya sebuah transaksi yang menjadi dasar
nantinya dalam menyelesaikan persoalan selanjutnya.
b.
Menjaga agar tidak terjadinya manipulasi atau penipuan baik dalam
transaksi maupun hasil dari transaksi itu.
c.
Bahkan jika dikaji sistem jagad dan manajemen alam ini, ternyata
peran atau fungsi akuntansi itu sangat besar. Bahkan Allah memiliki akuntan
Malaikat yang sangat canggih yaitu Rakib dan Atid, yang menuliskan atau
menjurnal transaksi yang dilakukan oleh manusia, yang menghasilkan buku atau
neraca yang nanti akan dilaporkan kepada kita di akhirat kelak.
Laporan ini didukung oleh bukti, di mana satu pun tidak akan ada
transaksi yang dilupakkan, walaupun transaksi itu sebesar zarrah seperti
terdapat dalam Surat Al-Zalzalah Ayat
7-8. Bahkan pengaturan dalam melakukan muamalah dengan non-muslim juga di atur
di dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an membagi orang kafir, yaitu:[3]
a. Kafir dimmy dan
mu’ahad, yaitu kafir yang mengikat perjanjian, sehingga Allah SWT memerintahkan
untuk bergaul dengan mereka.
b. Kafir musta’mam, yaitu kafir yang dianggap
tidak membahayakan, sehingga darah dan harta mereka tidak boleh diganggu selama
mereka masih berpegang teguh pada perjanjian.
c. Kafir harby,
yaitu kafir yang oleh Allah SWT masih tetap di berikan hak-hak yang harus di
hormati atas harkat dan martabat manusia.
Islam melalui Al Qur'an telah menggariskan bahwa konsep
akuntansi yang harus diikuti oleh para pelaku transaksi atau pembuat laporan
akuntansi adalah menekankan pada konsep pertanggungjawaban atau accountability,
sebagai ditegaskan dalam surat Al Baqaroh ayat 282. Disamping itu, Akuntansi
Syari'ah harus berorietasi sosial. Akuntansi Syari'ah tidak hanya sebagai alat
ukur untuk menterjemahkan fenomena ekonomi dalam bentuk ukuran moneter tetapi
sebagai suatu metode untuk menjelaskan fenomena ekonomi itu berjalan dalam
masyarakat Islam.
Dengan demikian, pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai
kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik
akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk
akuntansi syariah dapat diterangkan sebagai berikut:
a.
Akuntan
muslim harus meyakini bahwa Islam sebagai jalan hidupnya (QS. 3 : 85).
b.
Akuntan
harus memiliki sifat yang baik, jujur, adil, dan dapat dipercaya (Q.S.An-Nisa :
135).
c.
Akuntan
bertanggung jawab untuk melaporkan semua transaksi yang terjadi dengan benar,
jujur serta teliti, sesuai dengan syariah Islam
(Q.S.Al-Baqarah : 7–8).
d. Dalam
penilaian kekayaan (aset), dapat digunakan harga pasar
atau harga pokok. Kebenaran nilaianya
harus dipersaksikan oleh pihak yang bertanggung jawab dan adil (Al-Baqarah :
282).
2.
Akuntansi Syari’ah dalam Hadits
Hadits yang berhubungan dengan akuntansi syari’ah
adalah
“Yang pertama dihisab di hari kiamat nanti ialah shalat. Jika
shalat itu dikerjakkan dengan benar, benarlah semua perbuatannya. Tetapi, jika
shalat itu rusak, rusaklah semua amal perbuatannya. “ (HR Thabrani).
Hadits lain yang berhubungan dengan akuntansi ialah:
“Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum Muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamakan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum
Muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali berhubungan dengan syarat
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. “[4]
Karena akuntansi ini sifatnya berupa urusan muamalah, maka
pengembangannya diserahkan kepada kebijaksanaan manusia. Al-Qur’an dan Hadits
hanya membekalinya dengan beberapa sistem nilai, seperti landasan etika, moral,
kebenaran, keadilan, kejujuran, terpercaya, bertanggung jawab, dan lain
sebagainya.
Selain Al-Qur’an dan Hadits
sebagai landasan dasar akuntansi syari’ah, kaidah fiqih dan ijma ulama juga
bisa menjadi acuan dasar akuntansi syari’ah, sebagai berikut:
Dalam kaidah fqih sebagai landasan akuntansi syari’ah ialah berdasarkan
pada:
“ Pada
dasarnya, segala bentuk muamalah boleh di lakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
“ Di
mana terdapat kemaslahatan, di situ terdapat hukum Allah.”
Sedangkan landasan
akuntansi menurut ijma ulam adalah :
Umar
Ibnul Khaththab r.a. berkata, “ Hisablah dirimu sendiri sebelum di hisab,
timbanglah amalanmu sebelum kamu di timbang, dan bersiaplah kamu untuk
menghadapi hari di mana semua amal perbuatan di beberkan.”[5]
Sedangkan menurut Imam Syafi’I, “ Siapa yang mempelajari hisab
atau perhitungan, luaslah pikirannya.”
Ibnu Abidin berkata bahwa, “ Catatan
atau pembukuan seorang agen (makelar) dan kasir bisa menjadi bukti berdasarkan
kebiasaan yang berlaku. Apabila pembeli atau kasir maupun makelar itu tidak
menggunakan catatan khusus, maka bisa merugikan orang lain, karena biasanya
barang-barang dagangan tersebut tidak terlihat, seperti halnya barang-barang
yang di kirim ke koneksi-koneksi yang jauh. Jadi, dalam keadaan seperti ini,
biasanya mereka berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang tertulis di dalam
daftar-daftar atau surat-surat yang di jadikan pegangan ketika terjadi
kerugian.”
Jadi, landasan-landasan yang bisa kita gunakan dalam akuntansi adalah
berdasarkan pada Al-Qur’an, hadits, kaidah fiqih, dan ijma’ ulama.
C.
KESIMPULAN
Dasar hukum
dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, kaidah fiqih,
dan Ijma (kespakatan para ulama). Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik
khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah
Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk
disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat
penerapan Akuntansi tersebut.
Dengan
demikian, pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan
keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar,
bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah dapat diterangkan
sebagai berikut.
a.
Akuntan
muslim harus meyakini bahwa Islam sebagai jalan hidupnya (QS. 3 :85).
b.
Akuntan
harus memiliki sifat yang baik, jujur, adil, dan dapat dipercaya
(Q.S.An-Nisa:135).
c.
Akuntan
bertanggung jawab melaporkan semua transaksi yang terjadi dengan benar, jujur
serta teliti, sesuai dengan syariah Islam
(Q.S.Al-Baqarah:7–8).
d. Dalam penilaian kekayaan (aset), dapat
digunakan harga pasar atau harga pokok. Kebenaran nilainya harus dipersaksikan
pihak yang bertanggung jawab dan adil (Al-Baqarah : 282).
Karena
akuntansi ini sifatnya urusan muamalah, maka pengembangannya diserahkan kepada
kebijaksanaan manusia. Al-Qur’an dan Hadits hanya membekalinya dengan beberapa
sistem nilai, seperti landasan etika, moral, kebenaran, keadilan, kejujuran,
terpercaya, bertanggung jawab, dan lain sebagainya. Selain Al-Qur’an dan Hadits sebagai landasan dasar
akuntansi syari’ah, kaidah fiqih dan ijma ulama juga bisa menjadi acuan dasar
akuntansi syari’ah.
Ibnu Abidin berkata bahwa, “ Catatan
atau pembukuan seorang agen (makelar) dan kasir bisa menjadi bukti berdasarkan
kebiasaan yang berlaku. Apabila pembeli atau kasir maupun makelar itu tidak
menggunakan catatan khusus, maka bisa merugikan orang lain, karena biasanya
barang-barang dagangan tersebut tidak terlihat, seperti halnya barang-barang
yang di kirim ke koneksi-koneksi yang jauh. Jadi, dalam keadaan seperti ini,
biasanya mereka berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan yang tertulis di dalam
daftar-daftar atau surat-surat yang di jadikan pegangan ketika terjadi
kerugian.”
DAFTAR
PUSTAKA
Syafri Harahap, Sofyan. 2004. Akuntansi
Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Wasilah, Sri Nurhayati. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia.
Jakarta: Palembang 4.
Sula, Muhammad
Syakir, aaij, fiis. 2004. Asuransi Syariah. Jakarta: Gema Insani.
[1] Sofyan
Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 141.
[2] Ibid.,
hlm. 142.
[3] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi
Syariah di Indonesia, (Jakarta: Palembang 4, 2011), Ed. 2, hlm. 37.
[4]
Muhammad Syakir Sula, aaij, fiis, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani,
2004), hlm. 388.
[5]
Ibid.
Sebagai referensi, telah hadir buku "Al-Qur'an & Akuntansi: Menggugah pikiran Mengetuk relung qalbu" yang menjelaskan secara obyektif hubungan antara Al-Qur'an dan akuntansi. Dengan bukti tersebut maka menjadi jelas bahwa sebenarnya awal pengembangan akuntansi dari umat Islam yang mengamalkan ayat-ayat kebenaran yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur'an. Bagian lain buku tersebut juga menjelaskan tentang perjalanan panjangan akuntansi selama ini, dan penggunaan QS. Al-Baqarah [2]: 282 untuk mengkritisi pengembangan prinsip/konsep dasar akuntansi yang berlaku di era kapitalis ini.
BalasHapus