kelompok 5
MAKALAH
KONSEP DASAR AKUNTANSI SYARIAH
KONSEP DASAR AKUNTANSI SYARIAH
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Akuntansi Syariah
Nama
:
Muhammad Taufiqi
Siti Sa’adah
Sayyidah Qonita Putri
Kelas:
MEPI
VI / II
JURUSAN
SYARIAH FAKULTAS MEPI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH
NURJATI CIREBON
2012
PENDAHULUAN
Akuntansi Syariah merupakan ilmu yang tergolong masih baru di
kalangan masyarakat. Karena akuntansi yang sering dikenal oleh kebanyakan orang
adalah akuntansi konvensional. Pada dasarnya sistem akuntansi itu sama, yaitu
pencatatan atau pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang
diketahui orang, terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi” yang disebutkan
muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia
bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et
Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting
System”. Mungkin setelah mendengar Akuntansi Syariah, orang merasa aneh dan
berfikir apakah ada Akuntansi Syariah itu?.
Ternyata kalau kita lihat dari sejarah peradaban Islam disitu akan terdapat
sejarah perkembangan ilmu. Ilmu ini telah dipraktikkan oleh Rasulullah sendiri.
Setiap melakukan sebuah transaksi, Rasulullah selalu mencatatnya. Tentang
landasan hukum muamalah telah di jelaskan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah:282
dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang transaksi
dan pencatatan.
Akuntansi Syariah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari trilogi iman (faith),
ilmu (knowledge) dan amal (action). Artinya, wujud keberanian
seseorang harus diekspresikan dalam bentuk perbuatan (amal atau aksi). Di mana
perbuatan tadi harus didasari dan dituntun oleh ilmu.
Dalam konsep dasar Akuntansi Syariah akan dibahas pula teori-teori
akuntansi syariah. Yang mana didalamnya terdapat perbedaan-perbedaan antara
teori Akuntansi Syariah dan akuntansi modern.
Konsep Dasar Akuntansi
Syariah
Akuntansi
sebenarnya merupakan domain “muamalah” dalam kajian Islam. Artinya
diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia untuk mengembangkannya. Namun
karena pentingya permasalahan ini maka Allah SWT bahkan memberikannya tempat
dalam kitab suci Al-Qur’an, Al-Baqarah ayat 282.[1]
Ayat ini sebagai lambang komoditi ekonomi yang mempunyai sifat akuntansi yang
dapat dianalogkan dengan “double entry”,
dan menggambarkan angka keseimbangan atau neraca.
Karena
akuntansi ini sifatnya muamalah maka pengembangannya diserahkan pada
kebijaksanaan manusia. Sedangkan Al-Qur’an dan Sunnah hanya membekalinya dengan
beberapa sistem nilai seperti landasan etika, moral, kebenaran, dan sebgainya.
Dalam
surat Al-Baqarah Islam mewajibkan untuk melakukan pencatatan:
1. Menjadi
bukti dilakukannya transaksi.
2. Menjaga
agar tidak terjadi manipulasi.
Penekanan ini didukung lagi oleh
ratusan ayat yang dapat dijadikan sumber moral akuntansi seperti berlaku adil,
jujur, bertakwa dan lain sebagainya. Peritah Al-Qur’an yang telah disebutkan di
atas perlu dioperasinalkan dalam bentuk aksi atau praktik. Sehingga perintah
A-Qur’an dapat membumi dalam masyarakat. Karena selama ini masyarakat Muslim
sebagian besar hanya memahami agama saja namun tidak pernah mempraktikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Al-Qur’an sudah terdapat
teori tentang Akuntansi, sedangkan untuk praktiknya diserahkan sepenuhnya kepada
umatnya untuk merumuskannya sesuai dengan kebutuhannya.
Konsep
Dasar Teori Akuntansi Syariah
Konsep dasar merupakan wujud atau
kerangka dasar yang akan memengaruhi bentuk teori, cara memandang, dan cara
mempraktikan akuntansi dalam dalam dunia ekonomi-bisnis. Mirip dengan pandangan
Kerlinger (1964, 11) yang medefinisikan akuntansi sebagai seperangkat
konstruk yang saling terkait (konsep), definisi, dan proposisi yang menyajikan pandangan sistematis dari
fenomena dengan menetapkan hubungan antara variabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena.
Sedangkan Hendriksen dan Van Breda
(1992, 21) mengatakan bahwa teori akuntansi itu adalah seperangkat
hipotesis, konseptual, prinsip-prinsip pragmatis
membentuk kerangka acuan umum untuk menyelidiki
sifat akuntansi. Adapun tujuan
utama dari teori akuntansi ini adalah satu set prinsip yang diturunkan secara
logis untuk dijadikan sebagai referensi dalam menilai dan memgembangkan praktik
akuntansi.[2]
Untuk penetapan konsep dasar teori
akuntansi syariah didasarkan pada prinsip filosofis. Sedangkan prinsip
filosofis secara implisit diturunkan dari konsep faith, knowledge dan action
yang berasal dari nilai-nilai tauhid. Agar lebih jelas lihat sruktur di bawah
ini.
Dari prinsip filosofi humanis
terdapat konsep dasar intrumental dan socio-economic. Konsep
dasar intrumental ini diperoleh dengan dasar pemikiran bahwa Akuntansi
Syariah merupakan instrumen yang dapat dipraktikkan di dalam dunia nyata.
Dengan demikian instrumen ini mempunyai hubungan dengan nilai-nilai masyarakat
yang membangun dan mempraktikannya. Sedangkan konsep dasar socio-economic
mengindikasikan bahwa teori Akuntansi Syariah tidak membatasi wacana yang
dimilikinya pada transaksi-transaksi ekonomi saja, tetapi juga mencakup
“transaksi-transaksi sosial”. Dalam transaksi sosial ini meliputi transaksi
mental dan spiritual dari sumber daya yang dimiliki oleh entitas bisnis.
Selanjutnya dalam prinsip filosofis
terdapat emansipatoris, adapun konsep dasar dari emansipatoris
diantaranya konsep dasar critical dan konsep dasar justice.
Konsep dasar critical memberikan dasar pemikiran bahwa konstruksi teori
akuntansi syariah tidak bersifat dogmatis dan eksklusif. Konsep ini harus
diterapkan pada akuntansi, karena sifat kritis sagat diperlukan dalam
akuntansi, agar kita bisa menilai secara rasional kelemahan dan kelebihan
akuntansi modern. Dalam akuntansi juga terdapat konsep dasar justice,
guna untuk aspek-aspek penting dalam akuntansi yang didudukan secara adil.
Kemudian dalam prinsip filosofis transendental
terdapat konsep dasar all-inclusive dan rational-intuitive.
Konsep dasar all-inclusive memberikan dasar pemikiran bahwa kontruksi teori
Akuntansi Syariah bersifat terbuka.[3]
Dalam hal ini berarti akuntansi syariah ada kemungkinan menggunakan konsep dari
akuntansi modern, namun yang digunakan hanya konsep selaras dengan nilai-nilai
akuntansi Islam.
Konsep dasar rational-intuitive
mengindikasikan bahwa secara epistemologi, kontruksi teori Akuntansi Syariah
memadukan kekuatan rasional dan intuisi manusia.[4]
Pada konsep ini berbeda dengan konsep teori modern, karena konsep teori modern
lebih mengutamakan rasio dari pada intuisi dalam proses teorinya. Sedangkan
dalam konstruksi teori Akuntansi Syariah intuisi merupakan instrumen yang
sangat penting dan memiliki kekuatan dalam melakukan perubahan-perubahan
signifikan dalam masyarakat, kemudian hal ini juga disinergikan dengan instrumen raional manusia.
Selanjutnya dari prinsip filosofis teleologikal
terdapat konsep dasar ethical dan holostic welfare. Ethical
merupakan konsep dasar yang dihasilkan dari konsekuensi logis keinginan kembali
ke Tuhan dalam keadaan tetang dan suci.[5]
Karena Akuntansi Syariah dibangun bedasarkan nilai-nilai etika Islam maka
konsekuensi disini pada penggunaan nilai-nili etika Islamnya dalam kontruksi
Akuntansi Syariah yang berupa kesejahteraan pada Akuntansi Syariah bukan hanya
pada kesjahteraan materi saja namun pada kesejahteraan non-materi atau bisa
disebut juga dengan kesejahteraan yang utuh (holistic welfare).
Konsep-konsep dasar akuntansi
syariah ini akan menghasilkan bentuk teori akuntansi yang berbeda dengan
akuntansi modern, begitu juga dengan bentuk praktiknya karena tedapat
prinsip-prinsip yang berbeda antara Akuntansi Syariah dengan akuntansi modern.
Konsep Dasar Akuntansi
Konsep
dasar disebut juga asumsi adalah aksioma atau pernyataan yang tidak perlu
dibuktikan lagi kebenarannya karena secara umum telah diterima kesesuaiannya
dengan tujuan laporan keuangan, dan menggambarkan lingkungan ekonomi, politik,
sosial dan hukum dimana akuntansi beroperasi.dimana diturunkan dari tujuan
laporan keuangan berfungsi sebagai fondasi bagi prinsip-prinsip akuntansi.
Tujuan laporan keuangan akuntansi syari’ah adalah untuk memberikan
pertanggungjawaban dan informasi. Menurut Belkoui yang dikutip oleh Rosjidi,
konsep dasar akuntansi adalah entitas akuntansi, kesinambungan, unit pengukuran
dan periode akuntansi, yang masing-masing konsep dibahas di bawah ini :[6]
1.
Entitas Bisnis (Business
Entity / al-Widah al Iqtishadiyah)
Entitas
atau kesatuan bisnis adalah perusahaan dianggap sebagai entitas ekonomi dan
hukum terpisah dari pihak-pihak yang berkepentingan atau para pemiliknya secara
pribadi. Syahatah menyebutkan sebagai kaidah indepedensi jaminan keuangan. Oleh
karena itu seluruh transaksi hanya berhubungan dengan entitas perusahaan yang
membatasi kepentingan para pemiliknya.
2.
Kesinambungan (going
concern)
Berdasarkan
konsep ini, suatu entitas dianggap akan berjalan terus, apabila tidak terdapat
bukti sebaliknya. Ini didasarkan pada pengertian bahwa kehidupan ini juga
berkesinambungan. Manusia memang akan fana, tapi Allah akan mewariskan semua
yang ada di ala mini. Maka, seorang muslim yakin bahwa anak-anaknya dan
saudara-saudaranya akan meneruskan aktivitas itu setelah dia meninggal. Mereka juga yakin harta yang diperoleh dari aktivitas
kerjanya itu milik Allah, seperti firman ALLAH
” Berimanlah kamu kepada Allah
dan RasulNya, dan nafkahkanlah sebgian harta kamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya..”.
dan
juga sabda Rosulullah :
’’Allah
menyayangi orang yang mencari nafkah yang baik dan menafkahkan secara sederhana
serta menabung sisanya untuk persiapan pada hari ia membutuhkan dan pada hari
fakirnya. Ali bin abi tholib juga pernah berkata, Berusahalah untuk duniamu
seolah-olah kamu akanhidup selama-lamanya, dan berusahalah kamu untuk akhiratmu
seolah-olah kamu akan mati esok hari. Pengaplikasian kaidah ini adalah untuk
penentuan dan penghitungan laba serta menghitung harga-harga sisa suplay untuk
tujuan penghitungan zakat harta. Dari sini dapat dipahami bahwa penghitungan
zakat itu berdasarkan kesinambungan (kontinuitas) sebuah perusahaan dan bukan
berdasar penutupan atau liquidasi suatu perusahaan.
3.
Stabilitas
Daya Beli Unit Moneter (The Stability of the Purchasing Power of the Monetery
Unit)
Postulat ini merupakan term yang dgunakn oleh
Adnan dan Gaffikin terhadap suatu term yang biaanya disebut “unit
pengukuran (unit ofmeasure) atau ”unit moneter (monetary unit)
seperti digunkan oleh beberapa penulis buku. Postulat ini menunjukkan
pentingnya menilai aktivitas-aktivitas ekonomi dan mengsahkannya atau
menegaskannya dalam surat-surat berdasarkan kesatuan moneter, dengan
memposisikannya sebagai nilai terhadap barang-barang, serta ukuran untuk
penentuan harga dan skaligus sebagai pusat harga.
Mempertimbangkan bahwa uang yang biasa dipahami dalam
akuntansi konvensional- uang kertasdan logam-, rentan terhadap ketidakstabilan,
mka satuan moneter yang memenuhi syarat postulat ini adalah mata uang emas dan
perak. Mata uang emas dan perak tidak mengenal dikotomi nilai nominal dan nilai
intrinsik, nili uang emas dan perak adalah senilai emas dan peraknya. Hal
inilah yang menyebabkan uang emas dan perak resistan terhadap efek inflasi.
Pada zaman Rasulullah saw., satu dirham (uang perak) senilai seekor ayam, satu
dinar adalah nilai tukar seekor kambing dewasa, harga ini berlaku sampai sekarang.
Mempertimbangkan kompleksitas lingkungan bisnis masa sekarang,
pengaplikasiannya menjadi satu hal yang tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Dlam
suatu Negara yng tidak menggunakan mata uang emas dan perak, postulat ini jelas
tidak dapat dipenuhi. Beberapa pakar akuntansi menjadikan ini sebagai rukhsah
(keringanan) sebagai suatukondisi darurat untuk dapat menggunakan standar nilai
uang sebagai unit pengukuran, selama belum ada solusi yang mampu mengatasinya. Namun
demikian, penulis berharap akan ada usaha menuju perbaikan kearah penerapan
standar emaas dan perak ini secara bertahap.
4.
Periode Akuntansi.
Dalam
Islam, ada hubungan erat antara kewajiban membayar zakat dengan dengan dasar
periode akuntansi (haul). Hal ini sehubungan dengan sabda Rasulullah saw.,
“Tidak wajib zakat pada suatu harta kecuali telah sampai haulnya.” Berdasarkan
hadis ini, setiap Muslim secara otomatis diperintahkan untuk menghitung
kekayaannya setiap tahun untuk menentukan besarnya zakat yang harus ia
bayarkan. Mengenai waktu pembayarannya, bila menggunakan kalender Hijriyah maka
awal tahun penghitungan zakat adalah bulan Muharram. Adapun bila menggunakan kalender Masehi, awal tahun
adalah bulan Januari.
Muhammad
Akram Khan (Harahap, 1992) merumuskan sifat akuntansi islam sebagai berikut :
1. Penentuan
Laba Rugi yang Tepat
Walaupun
penentuan laba rugi agak bersifat subjetif dan bergantung nilai, kehati-hatian
harus dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana (atau dalam islam sesuai
dengan syariah) dan konsisten sehingga dapat menjamin bahwa kepentingan semua
pihak pemakai laporan dilindungi
2. Mempromosikan
dan Menilai Efisiensi Kepemimpinan
Sistem
akuntansi harus memberikan standar berdasarkan hukum sejarah untuk menjamin
bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan-kebijaksanaan yang baik.
3. Ketaatan
kepada Hukum Syariah
Setiap
aktivitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dinilai halal haramnya. Faktor
ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal untuk menentukan berlanjut tidaknya
suatu organisasi.
4. Keterikatan
pada Keadilan
Karena tujuan utama dari syariah adalah
penerapan keadilan dalam masayarakat seluruhnya, informasi akuntan harus mampu
melaporkan (selanjutnya mencegah) setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat untuk menambah ketidakadilan dalam
masyarakat.
5. Melaporkan
dengan Baik
Telah disepakati bahwa peranan
perusahaan dianggap dari pandangan yang lebih luas (pada dasarnya bertanggung
jawab pada masyarakat secara keseluruhan). Nilai sosial ekonomi dari ekonomi
isalm harus diikuti dan dianjurkan. Informasi akuntansi harus berada dalam
posisi yang terbaik untuk melaporkan hal ini.
6. Perbahan
dalam Praktek Akuntansi
Perana akuntansi yang demikian luas
dalam kerangka islam memerlukan perubahan yang sesuai dan cepat dalam praktek
akuntansi sekarang. Akuntansi mapu bekerjasama untuk menyusun saran-saran yang
tepat untuk mengikuti perubahan ini.[7]
KESIMPULAN
Akuntansi
merupakan domain “muamalah” dalam kajian Islam. Artinya diserahkan
kepada kemampuan akal pikiran manusia untuk mengembangkannya. Namun karena
pentingya permasalahan ini maka Allah SWT bahkan memberikannya tempat dalam
kitab suci Al-Qur’an, Al-Baqarah ayat 282. Ayat ini sebagai lambang komoditi
ekonomi yang mempunyai sifat akuntansi yang dapat dianalogkan dengan “double
entry”, dan menggambarkan angka keseimbangan
atau neraca.
Karena
akuntansi ini sifatnya muamalah maka pengembangannya diserahkan pada
kebijaksanaan manusia. Sedangkan Al-Qur’an dan Sunnah hanya membekalinya dengan
beberapa sistem nilai seperti landasan etika, moral, kebenaran, dan sebgainya.
Jadi, untuk penetapan konsep dasar teori akuntansi syariah didasarkan pada
prinsip filosofis. Sedangkan prinsip filosofis secara implisit diturunkan dari
konsep faith, knowledge dan action yang berasal dari nilai-nilai tauhid.
Dalam
surat Al-Baqarah Islam mewajibkan untuk melakukan pencatatan:
1. Menjadi
bukti dilakukannya transaksi.
2. Menjaga
agar tidak terjadi manipulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Triyuwono,
Iwan. 2009. Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah, Jakrata:
Rajawali Pers
Harahap,
Sofyan Syafri. 2004. Akuntansi Islam. Jakarta
: Bumi Aksara
http://mrcomp.wordpress.com/2009/02/24/konsep-dasar-akuntansi-syariah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar