Kelompok 9
MAKALAH
PERHITUNGAN LABA DALAM AKUNTANSI SYRI’AH
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata
Kuliah : Penghantar Akuntansi Syariah
Dosen
: Mabruri Fauzi
ENDEN KHAIRUNNISA U
DIMAS MUHAMMAD FAJAR
RISKA WIDIANTI
MEPI 6
SEMESTER II
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2011
PENDAHULUAN
Dan diantara tujuan dagang yang
terpenting ialah mencari laba, yang merupakan cermin pertumbuhan harta. Laba
ini muncul dari proses pemutaran modal dan pengoprasiannya dalam aksi-aksi
dagang dan moneter. Islam sangat mendorong pendayagunaan harta atau modal dan
melarang menyimpannya sehingga tidak habis dimakan zakat, sehingga harta itu
dapat merealisasikan peranannya dalam aktivitas ekonomi.
Di dalam islam, laba mempunyai pengertian
khusus sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf. Hal
ini terlihat ketika mereka telah menetapkan dasar-dasar perhitungan laba serta
pembagiannya dikalangan mitra usaha. Mereka juga menjelaskan kapan laba itu
digabungkan kepada modal pokok untuk tujuan menghitung zakat, bahkan mereka
juga menetapkan kretaria-kretaria yang jelas untuk menentukan kadar dan nisbah
zakat itu, seperti terdapat dalam khazanah islam, yaitu tentang metode-metode
akutansi penghitungan zakat.
Makalah ini akan menjelaskan tentang
pengertian laba menurut konsep islam erta keterkaitannya dengan pertumbuhan,
penghasilan, dan pendapat lainnya. Serta menjelaskan kaidah-kaidah penghitungan
yang dilengkapi dengan praktik-praktik yang mengkombinasikan antara konsep
(teori) dan praktik.
A.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Laba
a. Arti laba secara bahasa
Dalam bahasa arab, laba berarti pertumbuhan
dalam dagang. Jual beli adalah ribh dan perdagangan adalah rabihah yaitu laba atu hasil dagang.[1]
b. Arti laba dalam Al-Qur’an
Di
dalam surat al-Baqarah, Allah berfirman: “Mereka
itulah orang yang membeli kesesatan
dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereks
mendapat petunjuk.” (QS.Al-Baqarah:16)
Pengertia laba dalam Al-Quran berdasarkan ayat
diatas ialah kelebihn atas modal pokok atau pertambahan pada modal pokok yang
diperoleh dari proses dagang. Jadi, tujuan menyepurnakan modal pokok utama
berdagang adalah melindungi dan menyelamatkan modal pokok dan mendapatkan laba.
c. Arti laba dalam sunnah
Ada
beberapa hadits yang berkaitan dengan laba, diantaranya: “Seorang mukmin itu bagaikan
seorang pedagang, dia tidak akan menerima laba sebelum ia mendapatkan amalan-amalan sunnahnya sebelum ia menerima
amalan-amalan wajibnya.”(HR Bukhari dan Muslim)
Dalam
hadits diatas diketahui bahwa laba itu ialah bagian yang berlebih setelah menyempurnakan modal pokok. Pengertian ini
sesuai dengan keterangan tentang laba dalam bahasa Arab maupun Al-Quran, yaitu
pertambahan (kelebihan) dari modal pokok.
d. Pengertian laba menurut fuqaha
Ibnu
Al-Arabi, bahwa laba ialah hasil dari selisih nilai awal harga pembelian dengan
nilai penjualan.
Laba menurut ahli fuqaha ialah salah satu
jenis pertumbuhan, yaitu pertambahan pada modal pokok yang dikhususkan untuk
perdagangan. Jadi laba ialah suatu pertambahan pada nilai yang terdapat antara harga beli dan harga
jual.[2]
e.
Pengertian
laba dalam konsep islam
1.
Adany
harta yang dikhususkan untuk perdagangan
2.
Mengoprasikan
modal tersebut secara interaktif dengan unsur-unsur lain yang terkait untuk
produksi, seperti usaha dan sumber-sumber lain.
3.
Memposisikan
modal pokok yang berarti modal bisa dikembalikan.
4.
Selamatnya
modal pokok yang berarti modal bisa di kembalikan
Menurut comitteomitte on terminology laba yaitu on terminology laba yaitu jumlah yang berasal
dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain dan kerugian dari penghasilan
atau penghasilan operasi.
B. Pengartian Rugi
1.
Pengertian
rugi secara bahasa
Secara bahasa, rugi ialah hancur, binasa, dan hilang. Jadi rugi
(khasarah) ialah berkurangnya modal pokok.[3]
Rugi dalam al-quran islsh kehancuran,
kehilangan,kekurangan, serta kebinasaan baik didunia dan akhirat. Adapun dalam
muamalah, rugi berarti kekurangan atau penyusutan pada modal pokok, atau
kekurangan pada timbangan dan takaran.
2.
Pengertian
rugi dalam sunnah
Bahwa orang-orang merugi itu ialah
orang-orang yang tidak membayar zakat mereka, karena lafal khasarah berarti kehilangan pahala yang datang dari Allah dan
digantikan dengan ajab yang pedih di hari kiamat, sebab mereka kehilangan
pahala dari harta mereka.
3.
Pengartian
rugi menurut ulama fiqih
a.
Khasir ialah orang
yang kehilangan harta atau akal, atau kedunya
b.
Khasir tajir
ialah orang yang jatuh dalam bisnisnya atau kehilangan (tidak beruntung dan
merugi)
c.
Khasir ialah orang
yang mengurangi timbangan dan takaran jitertentuka ia member sertameminta lebih
kalau ia mengambil. Pendapat dari biaya-biaya yang keluar.
4.
Pengertian
rugi dalam konsep islam.
a.
Dalam
bidang akidah. Orang kafir dan musyrik mencari agama selain islam itu dianggap
orang-orang yang merugi.
b.
Dalam
ibadah, tidak memperoleh pahala dari harta kekayaannya yang tidak berguna.
c.
Dalam
bidang zakat tidak memperoleh pahala kekayaannya ttidak tngnatdikeluarkan
zakatnya.
d.
Dalam
muamalah, kekurangan harta atau mengurangi harta dan timbangan.
e.
Dalam
bidang akutansi.[4]
C. Nama’, Laba, ghallah, dan faidah dalam
konsep islam
·
Pengertian
nama dan macam-macamnyua
Nama’(pertumbuhan)
ialah pertumbuhan pada pendapatan atau
pada harta dalam jangka waktu, Berikut ini macam-macam bagian nama
a.
Dari
segi pertumbuhannya
1.
Nama’ khalqi
(pertumbuhan alami yang tidak campur tangan manusia sama sekali) contohnya,
seperti pertambahan pada emas, perak, dan barang-barang milik.
2.
Nama’ fi’liy (perkembangan
buatan), campur tangan manusia.
Contohnya, dalam perdagang dan indusrti.
b.
Dari
segi hubungannya dengn asal harta
1.
Nama’ yang terpisah
dari asal pokok seperti hasil dari binatang ternak.
2.
Nama’ yang saling
berhubungan, seperti pertambahan pada harta dagang.
c.
Dari
segi gerak asal harta
1. Nama’
hakiki fi’li (pertmbahan hakiki dengan usaha)
yang dapat dihitung pertopik/bagian.Contohnya, pertambahan karena peranakan,
keturunan dan perdagangan.
2. Nama’
taqdiri hukmiy yaitu pertambahan yang terjadi
tanpa menggunakan harta, seperti pertambahan pada barang milik tanpa adanya
jual beli.
·
Ar-Ribh
at tajiri (laba dagang)
Ar-Ribh tajiri
dapat diartikan sebagai pertambahan pada harta yang telah dikhususkan untuk
perdagangan sebagai hasil proses barter ri
dan erjalan bisnis, ia termasuk laba hakiki karena adanya proses jual
beli.
·
Al-Ghallah
(laba yang timbul dengan sendirinya/laba minor)
Al-ghallah
yaitu pertambahan yang terdapat pada barang dagangan sebelum penjualan, seperti
wool atau susu dari hewan yang akan dijual, atu buah kurma yang dibeli untuk
berdagang. Pertambahan ini tidak bersumber pada sumber pada proses dagang dan
tidak pula pada usha manusia. Pertambahan seperti ini dalam konsep akutansi
positif (konvensional) disebut laba insidentil atau pendapat minor.
·
Al-faidah
(laba yang berasal dari modal pokok)
Al-faidah
yaitu pertambahan pada barang milik (asal modal pokok) yang ditandai dengan
perbedaan antara harga waktu pembelian dan harga penjualan, contohnya seperti
susu yang telah diolah yang berasal dari hewan ternak.[5]
Jadi
menurut ulama malikiyah nama dibagi menjadi tiga macam, yaitu;
1. Laba dalam konsep akutansi konvensional
disebut laba dagang (ribh tijari)
2. Ghallah (laba insidentil) dalam konsep
akutansi konvensional disebut laba atau pendapat marginal atau laba sekunder.
3. Faidah dalam konsep akutansi
konvensional disebut laba-laba utama.[6]
D. Batasan Batasan dan Kretaria Penentuan
Laba dalam Islam
Laba
bergantung pada keadaan, sifat barang, permintaan, dan situasi pasar. Untuk
itu, islam menetapkan dasar-dasar dan kaidah-kaidah hukum syar’I untuk melarang
monopoli, eksploitasi, penipuan, kebohongan, kecurangan, pembodohan, dan segala
sesuatu yang mengakibatkan pengambilan harta orang lain secara batil
Menurut konsep islam, nilai-nilai
keimanan, akhlak, dan tingkah laku seorang pedagang muslim memegang peranan
utama dalam mempengaruhi penentuan kadar laba dalam transaksi muamallah.[7]
Secara umum dikatakan kretaria umum dalam penentuan batas laba, yaitu sebagai
berikut:
1. Kelayakan dalam penetapan laba
Islam menganjurkan agar para pedagang
tidak berlebihan dalam mengambil laba. Batasan laba ideal dapat dilakukan
dengan merendah adanya laba harga. Keadaan ini sering menimbulkan bertambahnya
jumlah barang dan meningkatnya peranan uang, dan pada gilirannya ini akan
membawa pada pertambahan laba.
Ibnu khaldun menambah tentang
peningkatan putaran modal pokok dan berkata,”kenaikan
harga akan mengurangi perputaran modal, sebagimana penurunan harga akan
meringankan biaya hidup orang yang bekerja, sedangkan biaya hidup dan
pendapatan mereka berada diantara keduanya ntung yng banyak. Dengan begitu,
akan timbulah keberkahan”.
2. Keseimbangan antara tingkat kesulitan
dan laba
Menghendaki adanya
keseimbangan antara standar laba dan
tingkat kesulitan perputaran serta perjalanan modal itu. Semakin besar pula
laba yang diinginkan pedagang.
Menurut imam qurtubi perdagangan
itu ada dua macam yang
a. Dengan perputaran modal disuatu tempat
tanpa membawanya ketempat lain serta tidak ada rekspedisi dagang, bentuknya
yaitu menyimpan dan menimbun barang seperti yang didinginkan oleh orang kaya
yang
b. Memutarkan modal dengan memamerkan
barang dan bawaanya ke negri-negri lain.
Ada hubungan sebab akibat
antara tingkat bahaya serta resiko dan standar laba yang diinginkkan oleh si
pedagang. Karena semakin jauh perjalanan, semakin tinggi resikonya, maka
semakin tinggi pula tuntutan pedagang terhadap standar labanya. Begitulah
sebaliknya.
3. Masa perputaran modal
Peranan modal juga berpengaruh pada
standardisasi laba yang diinginkn oleh si pedagang. Dengan semakin panjangnya
masa perputarannya dan bertambahnya tingkat resiko, maka semakin tinggi pula
standar laba yang diinginkan oleh si pedagang. Begitu juga dengan semakin
berkurangnya tingkat bahaya pedagang pun akan menurunkan standarisasi labanya.[8]
4. Cara menutupi harga penjualan
Ada dua macam cara pembayaran harga,
yaitu pembayaran tunai dan pembayaran yang ditunda, yaitu sistem pembayaran
kredit. Sudah umum dikalangan masyarakat harga kredit lebih mahal dari pada
pembayaran tunai. Dengan harga yang lebih mahal dari jual beli secara tunai.
Sekolompok ulama fiqh ada yang membolehkan jual beli secara kredit
Jual beli yang pembayarannya sampai
batas waktu tetentu hukumnya boleh apabila pada jual beli itu terlengkapi
syarat-syarat yang telah disepakati, jadi pembayaran secara cicilan dianggap
sah jika cicilan itu diketahui jelas serta masa waktunya tertentu.
5. Unsur-unsur pendukung
Dismping unsur-unsur yang dapat
memberikan pengaruh pada standarsasi laba, seperti unsur-unsur yang berbeda
dari waktu kewaktu, atau keadaan ekonomi, baik yang marketable maupun yang
nonmorkaitable, bagaimanapun juga unsur ini tidak boleh bertentangan dengan
kaidah-kaidah hukum islam.
F.
Dasar-Dasar Pengukuran Laba dalam Islam
Dasar- dasar akuntansi secara global menurut Islam
yang dirangkum dari sumber-sumber hukum Islam, diantaranya:[9]
1. Taqlib dan Mukhatarah (interaksi dan
Risisko)
Laba
merupakan hasil dari perputaran modal melalui transaksi bisnis, seperti menjual
dan memebeli, atau jenis-jenis apapun yang dibolehkan oleh syar’i. oleh karena
itu, kemungkinan bahaya atau risisko yang akan menimpa modal yang nantinya akan
menimbulkan pengurangan modal pada suatu putaran dan pertambahan pada putaran
yang lain. Hal ini ditegaskan oleh ulama fiqih, bahwasannya perdagangan itu
ialah perputaran modal dengan bentuk tukar menukar (barter) dan unsure-unsur
bentuk risisko. Adapaun berbedanya beberapa perusahaan dalam proses pencapaian
laba, kebanyakan disebabkan oleh perbedaan unsure-unsur dan elemen-elemen taqlib dan mukhatarah.
2. Al-Muqabalah
Muqabalah
adalah perbandingan antara jumlah hak milik pada akhir periode pembukaan dan
hak milik pada awal periode yang sama, atau dengan membandingkan nilai barang
yang ada pada pada akhir periode itu dengan nilai barang yang ada pada awal
periode yang sama. Bisa juga dengan membandingkan pendapatan dengan biaya-biaya
yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan di atas. Pendapatan itu harus
yang baik dan halal, biaya-biaya itu pun harus resmi dan jelas serta tidak
mengndung unsure-unsur yang terlarang dalam syar’I, seperti riba, suap, dan
mubazir.
3. Keutuhan Modal Pokok
Laba
tidak akan tercapai kecuali setelah utuhnya modal pokok dari segi kemampuan
ekonomi sebagai alat penukaran barang yang dimiliki sejak awal aktivitas
ekonomi. Seperti yang dikatakan Imam Qurtubi (ulama fiqih), “Seorang pedagang
yang berhasil ialah orang yang dapat menukarkan barang yang ia miliki dengan
suatu pengganti (barang lain) yang lebih bernilai atau lebih tinggi harganya
dari barang yang pertama”.
4. Laba dari Produksi, Hakikatnya dengan
Jual Beli dan Pendistribusiannya
Pertambahan
yang terjadi pada harta selama setahun dari semua aktivitas penjualan dan
pembelian, atau memproduksi dan menjual yaitu dengan pergantian barang menjadi
uang dan pergantian uang menjadi barang, dan seterusnya. Maka barang yang
terjual pada akhir tahun juga mencakup pertambahan yang menunjukan perbedaan
antara harga yang pertama dan nilai harga yang sedang berlaku.
Dalam
hal ini, ada dua macam laba yang terdapat pada akhir tahun, yaitu:
a. Laba yang berasal dari jual beli dalam
setahun
b. Laba suplemen, baik yang nyata maupun
abstrak karena barang-barangnya belum terjual
Kita harus mampu dalam membedakan antara laba yang
diperoleh dari pendistribusian dalam kerjasama dengan usaha mudharabah dan
murabahah. Karena dalam Islam, laba itu berkembang dengan berkesinambungan
selama setahun dengan segala macam aktivitas, yang domonannya adalah jual beli.
5. Perhitungan Nilai Barang di Akhir Tahun
Tujuan
penilaian sisa barang yang belum sempat terjual di akhir tahun adalah untuk
penghitungan zakat atau untuk menyiapkan neraca-neraca keuangan yang didasarkan
pada nilai penjualan yang berlaku di akhir tahun itu, serta dilengkapi dengan
daftar biaya-biaya pembelian dan pendistribusian. Dengan cara ini , tampaknya
perbedaan antara harga yang pertama dan
nilai yang berlaku yang dapat dianggap sebagai laba hukmi (abstrak).
Proses
penilaian yang didasarkan pada nilai pasaran (penjualan) itu berlaku untuk
barang dagangan, sedangkan penilaian pada modal tetap berlaku untuk menghitung
kerusakan-kerusakan (yang merupakan salah satu unsure biaya produksi), maka
penilaiannya harus berdasarkan harga penukaran (qimah istibdaliah).
G.
Cara Pengukuran Laba dalam Islam
Metode perhitungan laba dalam Islam didasarkan pada
asas perbandingan. Perbandingan itu bisa berupa nilai harta di akhir tahu dan
di awal tahun atau perbandingan antara harga pasar yang berlaku untuk jenis
barang tertentu di akhir tahun dan di awal tahun
Cara
Pengukuran Laba dengan cara angka-angka, yaitu:[10]
1. Cara Pertambahan dan Modal Pokok
Cara
ini di dasarkan bahwa laba merupakan pertumbuhan pada modal pokok itu merupakan
hasil dari proses pertukaran barang pada periode waktu tertentu. Persamaannya
laba sebagai berikut:
Laba =
nilai harta pada akhir tahun – modal pokok di awal tahun[11]
Contoh:
Dimas
memodali dagangannya = 10.000 dinar, memulai usaha dagangnya selama setahun
yang berakhir pada tanggal 14 Febuari 2012, pada akhir tahun harta-hartanya
dihitung sebagai berikut.
·
Sisa
barang : 6.000 dinar
·
Piutang
: 5.000 dinar
·
Uang
tunai : 1.000 dinar
Cara mengitung laba :
Nilai keseluruhan akhir tahun: 6.000+5.000+1.000 =
12.000 dinar
·
Modal
pokok di awal tahun : 10.000 dinar
·
Laba : 12.000
– 10.000 = 2.000 dinar
2. Metode Perbandingan antara Nilai Barang
yang Ada di Awal dan Akhir Tahun
Metode
ini cocok untuk perusahaan yang memakai system transaksi tunai. Bentuk
persamaan labanya adalah sebagai brikut.
Laba = (nilai kekayaan
di akhir tahun + nilai penjualan selama setahun) – (nilai barang yang di awal
tahun + biaya pembelian barang selam setahun)
Dapat
diterjemahkan ke dalam neraca berikut ini.
Neraca
Laba
Untik
Satu Tahun Berakhir pada…./…./….
Keterangan
|
Jumlah
Satuan akhir
|
Jumlah
Seluruh
|
Nilai
barang di akhir tahun
Nilai
penjualan selama setahun
|
150.000
350.000
|
500.000
|
Dikurangi dengan
Nilai
barang di awal tahun
Nilai
pembelian barang selama
Setahun
|
100.000
300.000
|
400.000
|
Laba dagang
|
|
100.000
|
3. Metode Penganggaran (Hak-Hak Milik Murni
pada Awal Tahun)
Metode
ini kelanjutan dari metode sebelumnya, hanya saja di dasari pada teori
perbandingan antara hak-hak kepemilikan bersih pada akhir tahun dan hak-hak
kepemilikan bersih pada awal tahun. Yang dimaksud dengan hak-hak kepemilikan
bersih adalah nilai barang-barang yang ada dikurangi dengan jumlah nilai
permintaan.
Persamaan
labanya adalah sebagai berikut.
Laba = hak milik bersih
akhir tahun – hak milik bersih awal tahun
Metode
ini menghendaki informasi yang lengkap terhada barang-barang perusahaan serta semua
permintaan atau pesanan sejak awal tahun sampai akhir tahun. Oleh karena itu
perusahaan harus memiliki buku-buku dan catatan-catatanakuntansi. Persamaan ini
dapat diterjemahkan ke dalam bentuk neraca sebagai berikut.
Neraca Laba
Periode … s.d. …
Keterangan
|
Jumlah
satuan
|
Jumlah
satuan
|
Jumlah
Total
|
1. Jumlah
bersih jaminan keuangan pada awal tahun
Uang dan Barang
·
Barang
milik
·
Barang
dagang
·
Piutang
·
Uang
tunai
Di kurangi piutang
·
Utang
·
Kewajiban
yang masih akan dibayarkan
Jumlah bersih jaminan keuangan awal tahun
|
5.000
25.000
10.000
10.000
8.000
2.000
|
50.000
10.000
|
40.000
|
2.
Jumlah bersih jaminan keuangan pada akhir tahun
Uang
dan Barang
·
Bsrsng
milik
·
Bsrsng
dsgsng
·
Piutang
·
Uang
tunai
Dikurangi:
permintaan/pesanaan
·
Utang
·
Kewajiban
yang masih akan dibayarkan
Jumlah bersih uang
akhir tahun
Laba
|
18.000
22.000
15.000
5.000
10.000
5.000
|
60.000
15.000
|
45.000
5.000
|
4. Metode Perbandingan antara Pendapatan
dan Pengeluaran
Metode
ini didasarkan pada perbandingan antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan
untuk mendapatkan laba. Untuk itu, unsur- unsure pendapatan dan pengeluaran
(biaya) harus unsure-unsur yang mubah (diterima syar’i), yaitu tidak mengandung
unsur-unsur yang dilarang, seperti pendapatan yang haram atau yang
berlebih-lebihan, mubazir, dan riba.
Persamaan
laba dalam metode ini tergambar dalam bentuk berikut :
Laba = pendapatan
(pemasukan) – pengeluaran (biaya)
Unsur-unsur
prndapatan yang terpenting adalah barang (jumlah harga x harga penjualan).
Sedangkan unsur terpenting dari biaya-biaya adalah barang-barang yang dibeli,
biaya pembelian, biaya pejualan serta pendistribusian, dan juga berbagai macam
biaya administrasi lainnya. Persamaan laba dapat di gambarkan pada neraca
berikut ini.
Neraca
Laba
Periode
… s.d …
Keterangan
|
Jumlah Satuan
|
Jumlah
|
Pendapatan
*penjualan
barang-barang dikurangi biaya-biaya
*harga
barng yang dibeli
*biaya
pembelian
*biaya
penjualan
*biaya
administrasi
|
45.000
15.000
5.000
5.000
|
100.000
70.000
|
Laba
|
|
30.000
|
H. Cara Penghitungan
Laba dalam Islam
Cara perhitungan ini termasuk ke dalam metode dan
sarana penghitungan yang dapat membantu pengimplementasian prinsip-prinsip
akuntansi serta merealisasikan tujuan-tujuannyayang terpenting dalam hal ini
adalah inti atau penghitungan tersebut seperti informasi-informasi yang
disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Oleh karena itu, tidak ada halangan untuk
menggunakan metode-metode dan sarana-sarana perhitungan yang abstrak dalam
mensajikan informasi-informasi keakuntansian tentang laba-laba yang dihitung
berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam dan ‘uruf (kebiasaan). Dengan tidak
bertentangan dengan nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah.[12]
Contoh Penghitungan
Laba dengan Mengikuti Metode
Perbandingan antara
Nilai Barang di Awal Tahun dan Nilai Barang di Akhir Tahun
Jumlah
|
Keterangan
|
jumlah
|
Keterangan
|
100.000
280.000
20.000
100.000
150.000
|
Nilai
barang di awal tahun
Harga
pembelian
Biaya
pembelian
Laba
dagang
|
350.000
150.000
|
Harga
penjualan setahun
Harga
barang yang tidak terjual
Di
akhir tahun
|
500.000
|
Dialihkan
ke penghitungan nama’
|
500.000
|
|
Kesimpulan
Dalam
makalah ini telah kita terangkan pengertian laba dan rugi menurut konsep Islam
serta factor-faktor yang memberikan batasan-batasan dan katagori laba. Kita
juga telah menyimpulkan dari sumber-sumber hukum Islam dasar-dasar dan
metode-metode pengukurannya.
Pengertian
Laba, Dalam bahasa arab, laba berarti pertumbuhan dalam dagang, dalam Al-Quran
ialah kelebihn atas modal pokok atau pertambahan pada modal pokok yang
diperoleh dari proses dagang, dalam hadits diatas diketahui bahwa laba itu
ialah bagian yang berlebih setelah
menyempurnakan modal pokok, laba menurut ahli fuqaha ialah salah satu jenis
pertumbuhan. Pengertian laba dalam konsep islam
1. Adany harta yang dikhususkan untuk
perdagangan
2. Mengoprasikan modal tersebut secara
interaktif dengan unsur-unsur lain yang terkait untuk produksi, seperti usaha
dan sumber-sumber lain.
3. Memposisikan modal pokok yang berarti
modal bisa dikembalikan.
4. Selamatnya modal pokok yang berarti
modal bisa di kembalikan
Pengertian rugi, secara bahasa,
rugi ialah hancur, binasa, dan hilang. Jadi rugi (khasarah) ialah berkurangnya
modal pokok, dalam sunnah bahwa orang-orang merugi itu ialah orang-orang yang
tidak membayar zakat mereka. Pengertian rugi dalam konsep islam:
1. Dalam bidang akidah. Orang kafir dan
musyrik mencari agama selain islam itu dianggap orang-orang yang merugi.
2. Dalam ibadah, tidak memperoleh pahala
dari harta kekayaannya yang tidak berguna.
3. Dalam bidang zakat tidak memperoleh
pahala kekayaannya ttidak tngnatdikeluarkan zakatnya.
4. Dalam muamalah, kekurangan harta atau
mengurangi harta dan timbangan
DAFTAR
PUSTAKA
Harapan
Syafri Syofian. 2004. Akuntansi Islam.
Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhayati, Sri.2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Syahatah, Husein DR.2001. Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam . Jakarta: Akbar media
eka sarana.
Ritonga, Yoga
firdaus. 2007. Ekonomi untuk SMA. Jakarta: Phibeta
[1]Syofian
syafri Harapan, Akutansi Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,2004) hlm. 144.
[2]
Ibid, hlm.148.
[3]
Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah di Indonesia,( Jakarta: Salemba Empat, 2011).hlm 93
[4] Opcit, hlm 154
[5] Ibid,
hlm.158
[6]Ibid
[8]DR.
Husein Syahatah,”Pokok-Pokok Pikiran
Akuntansi Islam, Jakarta: AKBAR MEDIA EKA SARANA,2001. Cet 1, hlm
[9] Syofian
syafri Harapan, opcit hlm 163
[10]
Ibid, 168-173
[11] M.T Ritonga,Yoga Firdaus , Ekonomi untuk SMA (Jakarta:Phibeta,2007) hlm. 56
[12]
Ibid, hlm. 174
Tidak ada komentar:
Posting Komentar