Minggu, 01 April 2012



Kelompok 9
MAKALAH

PERHITUNGAN LABA DALAM AKUNTANSI SYRI’AH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah : Penghantar Akuntansi Syariah
Dosen : Mabruri Fauzi



 DI SUSUN OLEH :
ENDEN KHAIRUNNISA U
DIMAS MUHAMMAD FAJAR
RISKA WIDIANTI

MEPI 6
SEMESTER II

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI
CIREBON
2011



PENDAHULUAN
Dan diantara tujuan dagang yang terpenting ialah mencari laba, yang merupakan cermin pertumbuhan harta. Laba ini muncul dari proses pemutaran modal dan pengoprasiannya dalam aksi-aksi dagang dan moneter. Islam sangat mendorong pendayagunaan harta atau modal dan melarang menyimpannya sehingga tidak habis dimakan zakat, sehingga harta itu dapat merealisasikan peranannya dalam aktivitas ekonomi.
Di dalam islam, laba mempunyai pengertian khusus sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf. Hal ini terlihat ketika mereka telah menetapkan dasar-dasar perhitungan laba serta pembagiannya dikalangan mitra usaha. Mereka juga menjelaskan kapan laba itu digabungkan kepada modal pokok untuk tujuan menghitung zakat, bahkan mereka juga menetapkan kretaria-kretaria yang jelas untuk menentukan kadar dan nisbah zakat itu, seperti terdapat dalam khazanah islam, yaitu tentang metode-metode akutansi penghitungan zakat.
Makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian laba menurut konsep islam erta keterkaitannya dengan pertumbuhan, penghasilan, dan pendapat lainnya. Serta menjelaskan kaidah-kaidah penghitungan yang dilengkapi dengan praktik-praktik yang mengkombinasikan antara konsep (teori) dan praktik.

A.    PEMBAHASAN
1.      Pengertian Laba
a.       Arti laba secara  bahasa
 Dalam bahasa arab, laba berarti pertumbuhan dalam dagang. Jual beli adalah ribh dan perdagangan adalah rabihah yaitu laba atu hasil dagang.[1]
b.      Arti laba dalam Al-Qur’an
Di dalam surat al-Baqarah, Allah berfirman: “Mereka itulah  orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereks mendapat petunjuk.” (QS.Al-Baqarah:16)
 Pengertia laba dalam Al-Quran berdasarkan ayat diatas ialah kelebihn atas modal pokok atau pertambahan pada modal pokok yang diperoleh dari proses dagang. Jadi, tujuan menyepurnakan modal pokok utama berdagang adalah melindungi dan menyelamatkan modal pokok  dan mendapatkan laba.
c.       Arti laba dalam sunnah
Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan laba, diantaranya: “Seorang mukmin  itu bagaikan seorang pedagang, dia tidak akan menerima laba sebelum ia mendapatkan  amalan-amalan sunnahnya sebelum ia menerima amalan-amalan wajibnya.”(HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits diatas diketahui bahwa laba itu ialah bagian yang berlebih setelah menyempurnakan modal pokok. Pengertian ini sesuai dengan keterangan tentang laba dalam bahasa Arab maupun Al-Quran, yaitu pertambahan (kelebihan) dari modal pokok.
d.      Pengertian laba menurut fuqaha
Ibnu Al-Arabi, bahwa laba ialah hasil dari selisih nilai awal harga pembelian dengan nilai penjualan.
    Laba menurut ahli fuqaha ialah salah satu jenis pertumbuhan, yaitu pertambahan pada modal pokok yang dikhususkan untuk perdagangan. Jadi laba ialah suatu pertambahan pada nilai  yang terdapat antara harga beli dan harga jual.[2]
e.       Pengertian laba dalam konsep islam
1.      Adany harta yang dikhususkan untuk perdagangan
2.      Mengoprasikan modal tersebut secara interaktif dengan unsur-unsur lain yang terkait untuk produksi, seperti usaha dan sumber-sumber lain.
3.      Memposisikan modal pokok yang berarti modal bisa dikembalikan.
4.      Selamatnya modal pokok yang berarti modal bisa di kembalikan
         Menurut  comitteomitte on terminology laba yaitu  on terminology laba yaitu jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi.
B.     Pengartian Rugi
1.      Pengertian rugi secara bahasa
       Secara bahasa, rugi ialah hancur, binasa, dan hilang. Jadi rugi (khasarah) ialah berkurangnya modal pokok.[3]
Rugi dalam al-quran islsh kehancuran, kehilangan,kekurangan, serta kebinasaan baik didunia dan akhirat. Adapun dalam muamalah, rugi berarti kekurangan atau penyusutan pada modal pokok, atau kekurangan pada timbangan dan takaran.
2.      Pengertian rugi dalam sunnah
           Bahwa orang-orang merugi itu ialah orang-orang yang tidak membayar zakat mereka, karena lafal khasarah berarti kehilangan pahala yang datang dari Allah dan digantikan dengan ajab yang pedih di hari kiamat, sebab mereka kehilangan pahala dari harta mereka.
3.      Pengartian rugi menurut ulama fiqih
a.      Khasir ialah orang yang kehilangan harta atau akal, atau kedunya
b.      Khasir tajir ialah orang yang jatuh dalam bisnisnya atau kehilangan (tidak beruntung dan merugi)
c.       Khasir ialah orang yang mengurangi timbangan dan takaran jitertentuka ia member sertameminta lebih kalau ia mengambil. Pendapat dari biaya-biaya yang keluar.
4.      Pengertian rugi dalam konsep islam.
a.       Dalam bidang akidah. Orang kafir dan musyrik mencari agama selain islam itu dianggap orang-orang yang merugi.
b.      Dalam ibadah, tidak memperoleh pahala dari harta kekayaannya yang tidak berguna.
c.       Dalam bidang zakat tidak memperoleh pahala kekayaannya ttidak tngnatdikeluarkan zakatnya.
d.      Dalam muamalah, kekurangan harta atau mengurangi harta dan timbangan.
e.       Dalam bidang akutansi.[4]
C.     Nama’, Laba, ghallah, dan faidah dalam konsep islam
·         Pengertian nama dan macam-macamnyua
    Nama’(pertumbuhan) ialah  pertumbuhan pada pendapatan atau pada harta dalam jangka waktu, Berikut ini macam-macam bagian nama
a.       Dari segi pertumbuhannya
1.      Nama’ khalqi (pertumbuhan alami yang tidak campur tangan manusia sama sekali) contohnya, seperti pertambahan pada emas, perak, dan barang-barang milik.
2.      Nama’ fi’liy (perkembangan buatan), campur tangan manusia.  Contohnya, dalam perdagang dan indusrti.
b.      Dari segi hubungannya dengn asal harta
1.      Nama’ yang terpisah dari asal pokok seperti hasil dari binatang ternak.
2.      Nama’ yang saling berhubungan, seperti pertambahan pada harta dagang.
c.       Dari segi gerak asal harta
1.      Nama’ hakiki fi’li (pertmbahan hakiki dengan usaha) yang dapat dihitung pertopik/bagian.Contohnya, pertambahan karena peranakan, keturunan dan perdagangan.
2.      Nama’ taqdiri hukmiy yaitu pertambahan yang terjadi tanpa menggunakan harta, seperti pertambahan pada barang milik tanpa adanya jual beli.
·         Ar-Ribh at tajiri (laba dagang)
Ar-Ribh tajiri dapat diartikan sebagai pertambahan pada harta yang telah dikhususkan untuk perdagangan sebagai hasil proses barter ri  dan erjalan bisnis, ia termasuk laba hakiki karena adanya proses jual beli.
·         Al-Ghallah (laba yang timbul dengan sendirinya/laba minor)
Al-ghallah yaitu pertambahan yang terdapat pada barang dagangan sebelum penjualan, seperti wool atau susu dari hewan yang akan dijual, atu buah kurma yang dibeli untuk berdagang. Pertambahan ini tidak bersumber pada sumber pada proses dagang dan tidak pula pada usha manusia. Pertambahan seperti ini dalam konsep akutansi positif (konvensional) disebut laba insidentil atau pendapat minor.
·         Al-faidah (laba yang berasal dari modal pokok)
Al-faidah yaitu pertambahan pada barang milik (asal modal pokok) yang ditandai dengan perbedaan antara harga waktu pembelian dan harga penjualan, contohnya seperti susu yang telah diolah yang berasal dari hewan ternak.[5]
Jadi menurut ulama malikiyah nama dibagi menjadi tiga macam, yaitu;
1.      Laba dalam konsep akutansi konvensional disebut laba dagang (ribh tijari)
2.      Ghallah (laba insidentil) dalam konsep akutansi konvensional disebut laba atau pendapat marginal atau laba sekunder.
3.      Faidah dalam konsep akutansi konvensional disebut laba-laba utama.[6]
D.    Batasan Batasan dan Kretaria Penentuan Laba dalam Islam
           Laba bergantung pada keadaan, sifat barang, permintaan, dan situasi pasar. Untuk itu, islam menetapkan dasar-dasar dan kaidah-kaidah hukum syar’I untuk melarang monopoli, eksploitasi, penipuan, kebohongan, kecurangan, pembodohan, dan segala sesuatu yang mengakibatkan pengambilan harta orang lain secara batil
          Menurut konsep islam, nilai-nilai keimanan, akhlak, dan tingkah laku seorang pedagang muslim memegang peranan utama dalam mempengaruhi penentuan kadar laba dalam transaksi muamallah.[7]
         Secara umum dikatakan kretaria umum  dalam penentuan batas laba, yaitu sebagai berikut:
1.      Kelayakan dalam penetapan laba
          Islam menganjurkan agar para pedagang tidak berlebihan dalam mengambil laba. Batasan laba ideal dapat dilakukan dengan merendah adanya laba harga. Keadaan ini sering menimbulkan bertambahnya jumlah barang dan meningkatnya peranan uang, dan pada gilirannya ini akan membawa pada pertambahan laba.
          Ibnu khaldun menambah tentang peningkatan putaran modal pokok dan berkata,”kenaikan harga akan mengurangi perputaran modal, sebagimana penurunan harga akan meringankan biaya hidup orang yang bekerja, sedangkan biaya hidup dan pendapatan mereka berada diantara keduanya ntung yng banyak. Dengan begitu, akan timbulah keberkahan”.
2.      Keseimbangan antara tingkat kesulitan dan laba
            Menghendaki adanya keseimbangan  antara standar laba dan tingkat kesulitan perputaran serta perjalanan modal itu. Semakin besar pula laba yang diinginkan pedagang.
             Menurut imam qurtubi perdagangan itu ada dua macam yang
a.       Dengan perputaran modal disuatu tempat tanpa membawanya ketempat lain serta tidak ada rekspedisi dagang, bentuknya yaitu menyimpan dan menimbun barang seperti yang didinginkan oleh orang kaya yang
b.      Memutarkan modal dengan memamerkan barang dan bawaanya ke negri-negri lain.
                Ada hubungan sebab akibat antara tingkat bahaya serta resiko dan standar laba yang diinginkkan oleh si pedagang. Karena semakin jauh perjalanan, semakin tinggi resikonya, maka semakin tinggi pula tuntutan pedagang terhadap standar labanya. Begitulah sebaliknya.
3.      Masa perputaran modal
           Peranan modal juga berpengaruh pada standardisasi laba yang diinginkn oleh si pedagang. Dengan semakin panjangnya masa perputarannya dan bertambahnya  tingkat resiko, maka semakin tinggi pula standar laba yang diinginkan oleh si pedagang. Begitu juga dengan semakin berkurangnya tingkat bahaya pedagang pun akan menurunkan standarisasi labanya.[8]
4.      Cara menutupi harga penjualan
           Ada dua macam cara pembayaran harga, yaitu pembayaran tunai dan pembayaran yang ditunda, yaitu sistem pembayaran kredit. Sudah umum dikalangan masyarakat harga kredit lebih mahal dari pada pembayaran tunai. Dengan harga yang lebih mahal dari jual beli secara tunai. Sekolompok ulama fiqh ada yang membolehkan jual beli secara kredit  
            Jual beli yang pembayarannya sampai batas waktu tetentu hukumnya boleh apabila pada jual beli itu terlengkapi syarat-syarat yang telah disepakati, jadi pembayaran secara cicilan dianggap sah jika cicilan itu diketahui jelas serta masa waktunya tertentu.
5.      Unsur-unsur pendukung
           Dismping unsur-unsur yang dapat memberikan pengaruh pada standarsasi laba, seperti unsur-unsur yang berbeda dari waktu kewaktu, atau keadaan ekonomi, baik yang marketable maupun yang nonmorkaitable, bagaimanapun juga unsur ini tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum islam.
F. Dasar-Dasar Pengukuran Laba dalam Islam
Dasar- dasar akuntansi secara global menurut Islam yang dirangkum dari sumber-sumber hukum Islam, diantaranya:[9]
1.      Taqlib dan Mukhatarah (interaksi dan Risisko)
Laba merupakan hasil dari perputaran modal melalui transaksi bisnis, seperti menjual dan memebeli, atau jenis-jenis apapun yang dibolehkan oleh syar’i. oleh karena itu, kemungkinan bahaya atau risisko yang akan menimpa modal yang nantinya akan menimbulkan pengurangan modal pada suatu putaran dan pertambahan pada putaran yang lain. Hal ini ditegaskan oleh ulama fiqih, bahwasannya perdagangan itu ialah perputaran modal dengan bentuk tukar menukar (barter) dan unsure-unsur bentuk risisko. Adapaun berbedanya beberapa perusahaan dalam proses pencapaian laba, kebanyakan disebabkan oleh perbedaan unsure-unsur dan elemen-elemen taqlib dan mukhatarah.
2.      Al-Muqabalah
Muqabalah adalah perbandingan antara jumlah hak milik pada akhir periode pembukaan dan hak milik pada awal periode yang sama, atau dengan membandingkan nilai barang yang ada pada pada akhir periode itu dengan nilai barang yang ada pada awal periode yang sama. Bisa juga dengan membandingkan pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan di atas. Pendapatan itu harus yang baik dan halal, biaya-biaya itu pun harus resmi dan jelas serta tidak mengndung unsure-unsur yang terlarang dalam syar’I, seperti riba, suap, dan mubazir.
3.      Keutuhan Modal Pokok
Laba tidak akan tercapai kecuali setelah utuhnya modal pokok dari segi kemampuan ekonomi sebagai alat penukaran barang yang dimiliki sejak awal aktivitas ekonomi. Seperti yang dikatakan Imam Qurtubi (ulama fiqih), “Seorang pedagang yang berhasil ialah orang yang dapat menukarkan barang yang ia miliki dengan suatu pengganti (barang lain) yang lebih bernilai atau lebih tinggi harganya dari barang yang pertama”.
4.      Laba dari Produksi, Hakikatnya dengan Jual Beli dan Pendistribusiannya
Pertambahan yang terjadi pada harta selama setahun dari semua aktivitas penjualan dan pembelian, atau memproduksi dan menjual yaitu dengan pergantian barang menjadi uang dan pergantian uang menjadi barang, dan seterusnya. Maka barang yang terjual pada akhir tahun juga mencakup pertambahan yang menunjukan perbedaan antara harga yang pertama dan nilai harga yang sedang berlaku.
Dalam hal ini, ada dua macam laba yang terdapat pada akhir tahun, yaitu:
a.       Laba yang berasal dari jual beli dalam setahun
b.      Laba suplemen, baik yang nyata maupun abstrak karena barang-barangnya belum terjual
Kita harus mampu dalam membedakan antara laba yang diperoleh dari pendistribusian dalam kerjasama dengan usaha mudharabah dan murabahah. Karena dalam Islam, laba itu berkembang dengan berkesinambungan selama setahun dengan segala macam aktivitas, yang domonannya adalah jual beli.
5.      Perhitungan Nilai Barang di Akhir Tahun
Tujuan penilaian sisa barang yang belum sempat terjual di akhir tahun adalah untuk penghitungan zakat atau untuk menyiapkan neraca-neraca keuangan yang didasarkan pada nilai penjualan yang berlaku di akhir tahun itu, serta dilengkapi dengan daftar biaya-biaya pembelian dan pendistribusian. Dengan cara ini , tampaknya perbedaan antara harga yang pertama dan  nilai yang berlaku yang dapat dianggap sebagai laba hukmi (abstrak).
Proses penilaian yang didasarkan pada nilai pasaran (penjualan) itu berlaku untuk barang dagangan, sedangkan penilaian pada modal tetap berlaku untuk menghitung kerusakan-kerusakan (yang merupakan salah satu unsure biaya produksi), maka penilaiannya harus berdasarkan harga penukaran (qimah istibdaliah).
G. Cara Pengukuran Laba dalam Islam
Metode perhitungan laba dalam Islam didasarkan pada asas perbandingan. Perbandingan itu bisa berupa nilai harta di akhir tahu dan di awal tahun atau perbandingan antara harga pasar yang berlaku untuk jenis barang tertentu di akhir tahun dan di awal tahun
Cara Pengukuran Laba dengan cara angka-angka, yaitu:[10]
1.      Cara Pertambahan dan Modal Pokok
Cara ini di dasarkan bahwa laba merupakan pertumbuhan pada modal pokok itu merupakan hasil dari proses pertukaran barang pada periode waktu tertentu. Persamaannya laba sebagai berikut:

Laba = nilai harta pada akhir tahunmodal pokok di awal tahun[11]

Contoh:
Dimas memodali dagangannya = 10.000 dinar, memulai usaha dagangnya selama setahun yang berakhir pada tanggal 14 Febuari 2012, pada akhir tahun harta-hartanya dihitung sebagai berikut.
·         Sisa barang      : 6.000 dinar
·         Piutang            : 5.000 dinar
·         Uang tunai      : 1.000 dinar
Cara mengitung laba :
Nilai keseluruhan akhir tahun: 6.000+5.000+1.000 = 12.000 dinar
·         Modal pokok di awal tahun    : 10.000 dinar
·         Laba                                        : 12.000 – 10.000 = 2.000 dinar
2.      Metode Perbandingan antara Nilai Barang yang Ada di Awal dan Akhir Tahun
Metode ini cocok untuk perusahaan yang memakai system transaksi tunai. Bentuk persamaan labanya adalah sebagai brikut.
Laba = (nilai kekayaan di akhir tahun + nilai penjualan selama setahun) – (nilai barang yang di awal tahun + biaya pembelian barang selam setahun)
Dapat diterjemahkan ke dalam neraca berikut ini.
Neraca Laba
Untik Satu Tahun Berakhir pada…./…./….
Keterangan

Jumlah
Satuan akhir
Jumlah
Seluruh
Nilai barang di akhir tahun
Nilai penjualan selama setahun
150.000
350.000

500.000
Dikurangi dengan
Nilai barang di awal tahun
Nilai pembelian barang selama
Setahun

100.000
300.000

400.000
Laba dagang

100.000

3.      Metode Penganggaran (Hak-Hak Milik Murni pada Awal Tahun)
Metode ini kelanjutan dari metode sebelumnya, hanya saja di dasari pada teori perbandingan antara hak-hak kepemilikan bersih pada akhir tahun dan hak-hak kepemilikan bersih pada awal tahun. Yang dimaksud dengan hak-hak kepemilikan bersih adalah nilai barang-barang yang ada dikurangi dengan jumlah nilai permintaan.
Persamaan labanya adalah sebagai berikut.

Laba = hak milik bersih akhir tahun – hak milik bersih awal tahun

Metode ini menghendaki informasi yang lengkap terhada barang-barang perusahaan serta semua permintaan atau pesanan sejak awal tahun sampai akhir tahun. Oleh karena itu perusahaan harus memiliki buku-buku dan catatan-catatanakuntansi. Persamaan ini dapat diterjemahkan ke dalam bentuk neraca sebagai berikut.
Neraca Laba
Periode … s.d. …
Keterangan

Jumlah
satuan
Jumlah
satuan
Jumlah
Total
1.      Jumlah bersih jaminan keuangan pada awal tahun
Uang dan Barang
·         Barang milik
·         Barang dagang
·         Piutang
·         Uang tunai
               Di kurangi piutang
·         Utang
·         Kewajiban yang masih akan dibayarkan
Jumlah bersih jaminan keuangan awal tahun




5.000
25.000
10.000
10.000

8.000
2.000






50.000


10.000











40.000
2.      Jumlah bersih jaminan keuangan pada akhir tahun
Uang dan Barang
·         Bsrsng milik
·         Bsrsng dsgsng
·         Piutang
·         Uang tunai
Dikurangi: permintaan/pesanaan
·         Utang
·         Kewajiban yang masih akan dibayarkan
Jumlah bersih uang akhir tahun

Laba



18.000
22.000
15.000
5.000

10.000
5.000






60.000


15.000











45.000

5.000

4.      Metode Perbandingan antara Pendapatan dan Pengeluaran
Metode ini didasarkan pada perbandingan antara pendapatan dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan laba. Untuk itu, unsur- unsure pendapatan dan pengeluaran (biaya) harus unsure-unsur yang mubah (diterima syar’i), yaitu tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang, seperti pendapatan yang haram atau yang berlebih-lebihan, mubazir, dan riba.
Persamaan laba dalam metode ini tergambar dalam bentuk berikut :

Laba = pendapatan (pemasukan) – pengeluaran (biaya)

Unsur-unsur prndapatan yang terpenting adalah barang (jumlah harga x harga penjualan). Sedangkan unsur terpenting dari biaya-biaya adalah barang-barang yang dibeli, biaya pembelian, biaya pejualan serta pendistribusian, dan juga berbagai macam biaya administrasi lainnya. Persamaan laba dapat di gambarkan pada neraca berikut ini.
Neraca Laba
Periode … s.d …
Keterangan
Jumlah Satuan
Jumlah
Pendapatan
*penjualan barang-barang dikurangi biaya-biaya
*harga barng yang dibeli
*biaya pembelian
*biaya penjualan
*biaya administrasi



45.000
15.000
5.000
5.000


100.000



70.000
Laba

30.000


H. Cara Penghitungan Laba dalam Islam
Cara perhitungan ini termasuk ke dalam metode dan sarana penghitungan yang dapat membantu pengimplementasian prinsip-prinsip akuntansi serta merealisasikan tujuan-tujuannyayang terpenting dalam hal ini adalah inti atau penghitungan tersebut seperti informasi-informasi yang disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Oleh karena itu, tidak ada halangan untuk menggunakan metode-metode dan sarana-sarana perhitungan yang abstrak dalam mensajikan informasi-informasi keakuntansian tentang laba-laba yang dihitung berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam dan ‘uruf (kebiasaan). Dengan tidak bertentangan dengan nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah.[12]
Contoh Penghitungan Laba dengan Mengikuti Metode
Perbandingan antara Nilai Barang di Awal Tahun dan Nilai Barang di Akhir Tahun
Jumlah
Keterangan
jumlah
Keterangan
100.000
280.000

20.000
100.000
150.000
Nilai barang di awal tahun
Harga pembelian

Biaya pembelian
Laba dagang

350.000
150.000
Harga penjualan setahun
Harga barang yang tidak terjual
Di akhir tahun
500.000
Dialihkan ke penghitungan nama’
500.000




Kesimpulan
Dalam makalah ini telah kita terangkan pengertian laba dan rugi menurut konsep Islam serta factor-faktor yang memberikan batasan-batasan dan katagori laba. Kita juga telah menyimpulkan dari sumber-sumber hukum Islam dasar-dasar dan metode-metode pengukurannya.
Pengertian Laba, Dalam bahasa arab, laba berarti pertumbuhan dalam dagang, dalam Al-Quran ialah kelebihn atas modal pokok atau pertambahan pada modal pokok yang diperoleh dari proses dagang, dalam hadits diatas diketahui bahwa laba itu ialah bagian yang berlebih setelah menyempurnakan modal pokok, laba menurut ahli fuqaha ialah salah satu jenis pertumbuhan. Pengertian laba dalam konsep islam
1.      Adany harta yang dikhususkan untuk perdagangan
2.      Mengoprasikan modal tersebut secara interaktif dengan unsur-unsur lain yang terkait untuk produksi, seperti usaha dan sumber-sumber lain.
3.      Memposisikan modal pokok yang berarti modal bisa dikembalikan.
4.      Selamatnya modal pokok yang berarti modal bisa di kembalikan
Pengertian rugi, secara bahasa, rugi ialah hancur, binasa, dan hilang. Jadi rugi (khasarah) ialah berkurangnya modal pokok, dalam sunnah bahwa orang-orang merugi itu ialah orang-orang yang tidak membayar zakat mereka. Pengertian rugi dalam konsep islam:
1.      Dalam bidang akidah. Orang kafir dan musyrik mencari agama selain islam itu dianggap orang-orang yang merugi.
2.      Dalam ibadah, tidak memperoleh pahala dari harta kekayaannya yang tidak berguna.
3.      Dalam bidang zakat tidak memperoleh pahala kekayaannya ttidak tngnatdikeluarkan zakatnya.
4.      Dalam muamalah, kekurangan harta atau mengurangi harta dan timbangan

DAFTAR PUSTAKA
Harapan Syafri Syofian. 2004. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhayati, Sri.2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Syahatah, Husein DR.2001. Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam . Jakarta: Akbar media eka sarana.
Ritonga, Yoga firdaus. 2007. Ekonomi untuk SMA. Jakarta: Phibeta


















[1]Syofian syafri Harapan, Akutansi Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,2004) hlm. 144.
[2] Ibid, hlm.148.
[3] Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah di Indonesia,( Jakarta: Salemba Empat, 2011).hlm 93

[4] Opcit, hlm 154
[5] Ibid, hlm.158
[6]Ibid

[8]DR. Husein Syahatah,”Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, Jakarta: AKBAR MEDIA EKA SARANA,2001. Cet 1, hlm

[9] Syofian syafri Harapan, opcit hlm 163
[10] Ibid, 168-173
[11] M.T Ritonga,Yoga Firdaus , Ekonomi untuk SMA  (Jakarta:Phibeta,2007) hlm. 56
[12] Ibid, hlm. 174

Tidak ada komentar:

Posting Komentar