Minggu, 01 April 2012


Kelompok 11
M A K A L A H
Kerangka Dasar Laporan Keuangan Syari’ah
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengantar Akuntansi Syari’ah



Disusun oleh :
1.      MAYA ARIYANTI / 14112210209
2.      LIYA WAROKHA / 14112210081
3.      SYLVIA NURUL MAULIDA / 1411221050

Fakultas Syariah semester II Jurusan MEPI 6
INSTITUT  AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
2012
Alamat : Jl. Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon - Jawa Barat 45132
Telp : (0231) 481264 Faxs : (0231) 489926



PENDAHULUAN
            Proses akuntansi yang dimulai dari identifikasi kejadian dan transaksi hingga penyajian dalam laporan keuangan, memerlukan sebuah kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangn. Kerangka dasar atau kerangka konseptual akuntansi, adalah suatu sistem yang melekat dengan tujuan-tujuan serta sifat daar yang mengarah pada standar yang konsisten dan terdiri atas sifat, fungsi dan batasan dari akuntansi dan laporan keuangan.
            Dalam makalah ini kami akan membahas kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangna syariah. Pembahasan diawali dengan diskusi tentang perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) dan diikuti dengan tujuan KDPPLKS, pemakai laporan keuangan syariah, tujuan laporan keuangn, asumsi dasar, unsur-unsur laporan keuangan, dan pengakuan serta pengukuran unsur-unsur laporan keuangan terseut. Relevansi bab ini adalah sebagai dasar dalam memahami landasan yang digunakan oleh penyusun standar dalam membuat standar akuntansi standar.
            Telah banyak peneliti di bidang akuntansi, baik muslim maupun nonmuslim yang menelaah teori maupun penelitian tentang tujuan maupun kerangka dasar atas laporan keuangan syariah. Misalnya, AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions), Dewan Standar Akintansi Indonesia (DSAK) menusun PSAK Syariah tentang kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
            Kenapa kita mempelajari tentang kerangka dasar laporan keuangan syariah, yaitu agar kita mampu mengetahui seperti apa kerangka dasar laporan keuangan syariah setelah mengetahui dasar kerangka laporan keuangan syariah kita akan lebih mudah untuk membuat laporan keuangan syariah.


Kerangka Dasar Laporan Keuangan Syari’ah
A.    Perkembangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Lporan Keuangan Syari’ah –Ikatan Akuntan Indonesia.
Kerangka dasar merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal. Adanya perbedaan karakteristik antara bisnis yang berlandaskan pada syariah dengan bisnis konvensional menyebabkan ikatan akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keungan bank syari’ah (KDPPLKBS) pada tahun 2002. KDPPLKBS selanjutnya di sempurnakan pada tahun 2007 menjadi lkerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah (KDPPLKS). Penyempurnaan KDPPLKS terhadap KDPPLKBS di lakukan untuk memperluas cakupannya sehingga tidak hanya untuk transaksi syari’ah pada bank syari’ah, melainkan juga pada jenis institusi bisnis lain, baik yang berupa institas syari’ah maupun institas konvensional yang bertransaksi dengan skema syari’ah.
Berdasarkan pengantar yang disampaikan oleh Dewan standar Akuntansi Keuangan dalam Exposure Draf KDPPLKS  dengan KDPLKBS (2002). Sistematika KDPPLKBS (2002) hanya menyajikan kerangka dasar yang berbeda dari KDPPLK (2004) dan jika diatur secara khusus diasumsiokan kerangka dasar yang ada dalam KDPPLK (1994) doianggap juga berlaku dalam bank syari’ah.[1]

B.     Tujuan Dan Peranan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah
1.      Penyusun standar akuntansi keuangan syari’ah dalam pelaksanaan tugasnya membuat standar.
2.      Penyusun laporan keuangan untuk menanggulangi masalah akuntansi syari’ah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syari’ah.
3.      Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syari’ah yang berlaku umum.
4.      Para pemakai laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalm laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syari’ah. 

C.     Aspek yang Terkait dengan Transaksi Syari’ah dan Pemakai Laporan Keuangan Syari’ah[2]
a.       Paradigm transaksi syari’ah
Transaksi syari’ah berlandaskan pada paradigm bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (falah). Paradigma dasar ini menekankan bahwa setiap aktifitas manusia memiliki akuntabilitas dan nillai ilahiah yang menempatkan perangkat syari’ah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktifitas usaha. Syari’ah merupakan ketentuan hukum islam yang mengatur aktifitas manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertical dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syari’ah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan pemangku kepentingn entitas yang melakukan transaksi syari’ah. Adapun akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesame makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis, dan harmonis.  
b.      Asas transaksi syari’ah
1.      Persaudaraan (ukhuwah): berarti transaksi yang diadakan merupakan bentuk interaksi social dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong-menolong. Ukhuwah dalam transaksi  syariah melingkupi berbagai aspek, yaitu saling mengenal, saling memahami, saling menolong, saling menjamin, saling bersinergi.
2.      Keadilan (‘adalah): menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan sesuatu pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu dengan posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang unsure riba, dzulm, maysir, gharar, ihtikar, najasy, risywah, ta’alluq, dan penggunaan unsur haram dalam barang, jasa, maupun dalam aktifitas operasi.
3.      Kemaslahatan (maslahah): transaksi syariah haruslah merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan harus mengandung dua unsure yaitu halal dan thayyib.
4.      Keseimbangan (tawazum): transaksi harus memperhatikan keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan public, sektort keuangan dan riil, bisnis dan social, serta keseimbangan aspek pengembangan dan pelestarian.
5.      Universalisme (syumuliyah): transaksi syariah dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan sesuai dengan semangat rahmatan lil alamin.
c.       Karakteristik transaksi syari’ah[3]
Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas social yang bersifat non-komersial. Transaksi syariah komersial dapat berupa investasi untuk mendapatkan bagi hasil, jual beli barang untuk mendapatkan laba, dan pemberian layanan jasa untuk mendapat imbalan. Adapun transaksi non-komersial; dapat dilakukan dengan berupa pemberian pinjaman atau talangan, penghimpunan dan penyaluran dana social seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah. Kedua transaksi harus memenuhi persyaratan syariah. 
d.      Pemakai laporan keuangan syari’ah
1.      Investor sekarang dan investor potensial.
2.      Pemberi qardh.
3.      Pemilik dana syirkah temporer.
4.      Pemilik dana titipan.
5.      Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf.
6.      Pengawas syariah.
7.      Karyawan.
8.      Pemasok dan mitra usaha lainnya.
9.      Pelanggan.
10.  Pemerintah.
11.  Masyarakat.

D.    Tujuan Laporan Keuangan
1.      Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
2.      Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi asset, kewajiban, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada, serta bagaimana perolehan dan penggunaannya.
3.      Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak.[4]
4.      Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer serta informasi mengenai pemenuhan kewajiban fungsi social entitas syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
                                          
E.     Asumsi dasar
a.       Dasar akrual
Dengan dasar akrual pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian serta diungkapakn dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai, tidak hanya transaksi masa lalu  yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa depan.
Akan tetapi, perhitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha tidaklah menggunakan dasar akrual, melainkan menggunakan dasar kas. Dalam pembagaian hasil usaha.
b.      Kelangsungan Usaha[5]
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Oleh karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya.

F.     Karakteristik kualitatif informasi keuangan syariah
Karakteristik kualitatif merupakan cirri khas yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai.
a.       Dapat dipahami
·         Maksudnya adalah pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis dengan ketekunan yang wajar.
b.      Relevan
Maksudnya adalah memiliki kemampuan untuk memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini, atau masa depan dengan mernegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
c.       Andal
Andal diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithul representation) dari yang seharusnya di sajikan atau yang sevara wajar diharapkan dapat disajikan.
Agar dapat diandalkan maka informasi harus memenuhi hal sebagai berikut:[6]
a.       Menggambarkan dengan jujur transaksi (penyajian jujur) serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk di sajikan.
b.      Dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi yang sesuai dengan prinsif syari’ah dan bukan hanya bentuk hukumnya (substansi mengungguli bentuk).
c.       Harus diarahkan untuk kebutuhan umum pemakai dan bukan pihak tertentu saja (netral).
d.      Di dasarkan atas pertimbangan yang sehat dalam hal menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu.
Lengkap dalam batasan materialitas dan biaya.
d.      Dapat dibandingkan
Pemakai harus dapat dibandingkan laporan keuangan entitas syari’ah antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Agar dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut juga harus diungkapkan termasuk ketaatan atas standar akuntansi yang berlaku.

Kendala informasi yang relevan dan andal

Kendala informasi yang relevan dan andal terdapat dalam hal sebagai berikut :
1.      Tepat waktu
Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen mungkin perlu menyeimbangkan manfaat relativ antara pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi andal.
2.      Keseimbangan antara biaya dan manfaat
Keseimbangan antara biaya dan manfaat lebih merupakan suatu kendala yang dapat terjadi (pervasive) dari suatu karakteristik kualutatif. Manfaat yang dihasilkan informasi seharisnya melebihi biaya penyusunannya. Namun demikian, secara substabsi, evaluasu biaya dan manfaat merupakan suatu prpses pertimbangaan (judgement proces).
Dalam ciri karakteristik kualitatif, tidak dijelaskan mengenai konsep khusus tentang penyajin wajar. Namun, dalam penerapan, muara dari karakteristik kualittif pokok dan standar akuntansi keuangan yang sesuai biasanya akan terlihat pada laporan keuangan yang menggambarkan apa yang pda umumnya dipahami sebagai suatu pandangan yang wajar dari atau menyajikan dengan wajar.

G.    Unsur-unsur laporan keuangan
Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syari’ah, antara lain meliputi:
1.      Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas 4 bagian:
a.       Posisi keuangan
Unsur yang terkait secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut:
Ø  Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syari’ah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depn diharapkan akan diperoleh entitas syari’ah.[7]
Ø  Kewajiban merupakan utang entitas syari’ah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesayannya di harapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syari’ah yang mengandung manfaat ekonomi.
Ø  Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syari’ah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvesatasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
Ø  Ekuitas adalah hak resijual atas aset entitas syari’ah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan menjadi setoran modal pemegang saham, saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan penyesuaian pemeliharaan modal.
b.      Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban. Unsur penghasilan beban didefinisikan berikut ini:
Ø  Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari konstribusi penanam modal. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gain).[8]
Ø  Beban (ekspenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal, termasuk di dalamnya beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syari’ah maupun kerugian yang timbul.
c.       Hak pihak ketiga atau bagi hasil
Hak pihak ketiga atau bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana atau keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syari’ah dalam suatu periode laporan keuangan.
      Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban (ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan entitas syari’ah.
2.      Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial, meliputi laporan sumber dan penggunaan dana jakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
3.      Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syari’ah tersebut.

H.     pengukuran unsur-unsur laporan keuangan
Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Biaya historis (historical cost)
Aset di catat sebesar pengeluaran kas (setara kas) yang di bayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang di berikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
2.      Biaya kini (current cost)
Aset dinilai dalam jumlah kas (stara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama atau stara aset diperoleh sekarang.
3.      Nilai realisasi atau penyelesaian (realizable atau settement value)
Aset dinyatakan dalam jumlah pas (setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disporal).

I.       Catatan atas laporan keuangan
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam laporan keuangan utama. Catatan atas laporan keuangan suatu entitas syariah harus mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
1.      Informasi tentang dasar penyusunsn laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting.
2.      Informasi yang diwajiobkan dalam PSAK, tetapi tidak disajikan dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas: perubahan ekuitas: laporan sumber dan penggunaan zakat : dan laporan penggunaan dana kebajikan.
3.      Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
Dalam rangka membantu pengguna laporan memahami laporan keuangan dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas syariah lain , catatan atas laporan keuangan umumnya disajikan dengan urutan sebagai berikut:
1.      Pengungkapan mengenai dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan.
2.      Informasi pendukung pos-pos laporan keuangan sesuai urutan sebagaimana pos-pos tersebut disajikan dalam laporan keuangan dan urutan penyajian komponen laporan keuangan.
3.      Pengungkapan lain termasuk kontijensi, komitmen dan pengungkapan keuangan lainnya serta pengungkapan yang bersifat non-keuangan.   
    
















KESIMPULAN

Kerangka dasar merupakan rumusan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para pemakai eksternal.
Tujuan Dan Peranan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah
5.      Penyusun standar akuntansi keuangan syari’ah dalam pelaksanaan tugasnya membuat standar.
6.      Penyusun laporan keuangan untuk menanggulangi masalah akuntansi syari’ah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syari’ah.
7.      Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syari’ah yang berlaku umum.
8.      Para pemakai laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalm laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syari’ah. 
Aspek yang Terkait dengan Transaksi Syari’ah dan Pemakai Laporan Keuangan Syari’ah
a.       Paradigm transaksi syari’ah
b.      Asas transaksi syari’ah
c.       Karakteristik transaksi syari’ah
d.      Pemakai laporan keuangan syari’ah
Asumsi dasar
a.       Dasar akrual
b.      Kelangsungan Usaha
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian jumlah yang tertera dalam laporan keuangan utama.



DAFTAR PUSTAKA

-         Yaya, Rizal  dkk. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.
-         Nurhayati, Sri- Wasilah. 2011. Akuntan Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
-         Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Akuntansi islam. Jakarta: bumi aksara.



















[1] Rizal yaya dkk, Akuntansi parbankan islam, (2009), hlm.80-81.
[2] Ibid.
[3] Ibid, hlm. 81-82
[4] Ibid, hlm.82-84
[5] Rizal yaya dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, (2009), hlm. 84-85
[6] Sri nurhayati-wasilah, (2011), hlm. Hlm. 97
[7] Ibid, hlm, 98-99
[8] Ibid, hlm. 99-100

Tidak ada komentar:

Posting Komentar