Kelompok 6
MAKALAH
AKUNTANSI SYARI’AH :
PROSPEK DAN TANTANGAN
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok
Mata
kuliah Akutansi Syariah.
Dosen
pengampu: Mabruri,
Disusun
Oleh Kelompok
6:
Iyah
sukriyah
Jubaedah
Melisa
susanti
Fakultas
Syari’ah /2 Mepi 6
SYEKH NURJATI CIREBON
Jln. By Pass Sunyaragi Cirebon Telp. (0231)8491642
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
Tidak banyak orang yang tahu bahwa akuntansi
sudah diajarkan oleh oleh Islam enam abad sebelum seorang pendeta Italia
bernama Luca Pacioli menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et
Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double
Entry Accounting System”. Jika kita pelajari sejarah Islam
ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semenanjung Arab di bawah pimpinan
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan terbentuknya Daulah Islamiyah di
Madinah yang kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, Daulah Umayyah,
dan daulah setelahnya terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk
perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak
pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara.
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam pada masa
hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani
profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas
keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini
sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah
Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi,
dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh
kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada
awal ayat tersebut menyatakan,
“Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkannya………”
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Pengembangan Nilai-Nilai Islam Dalam Kajian Ekonomi
Topic pengembangan nilai-nilai islam dalam kehidupan muamalah
masyarakat muslim adalah topic besar . Secara keseluruhan akan membutuhkan
waktu yang panjang, serta konfrehensifitas kompetensi. Penyebab timbulnya
kondisi tersebut adalah bahwa ibadah dilakukan lebih bersifat ritual-seremonial
dan bukan substansif. Pengembangan nilai
islam yang harus dijadikan pijakan adalah dimilikinya akidah yang kokoh, yaitu
seseorang meyakini sepenuhnya bahwa islam merupakan jalan kehidupan, al-qur’an
dan sunah adalah sumber hukum / kebenaran yang paling utama.
Dalam
hal pengembangan nilai islam kerangka sistematika yang dapat dipakai yaitu pertama,
ketentuan dalam ushul fiqh bahwa dalam muamalah pada dasarnya sesuatu itu adalah
halal kecuali yang dilarang. Kedua pengembangan system konvensional yang
memakan biaya besar dan waktu yang sangt lama.
B.
Sistem Ekonomi Islam
secara sederhana sistem ini dapat didefinisikan sebagai sebuah
sistem ekonomi yang berjalan di atas rel syariah atau hukum islam. Berdasarkan
landasan filosofi, beberapa pakar mengatakan bahwa system ekonomi islam
mempunyai beberapa cirri yaitu:
·
Tauhid
·
Rububiyah
·
Khilafah
·
Tazkiyah
·
Mas-u-liyah
·
Ukhuwah
Pada
tataran yang sedikit lebih teknis secara prinsipil, system ekonomi islam sangat
berbeda dalam konsep-konsep berikut ini:
·
Pemilikan secara umum
·
Pemilikan pribadi
·
Pemilikan umum
·
Distribusi kekayaan
·
Moneter
·
Larangan atas riba
·
Zakat
·
Larangan atas beberapa kegiatan ekonomi
·
Nilai-nilai positif yang harus dipatuhi
·
Nilai-nilai negative yang harus ditinggalkan[1]
Ada sejumlah alasan mengapa perbankan
konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem ekonomi syariah, di
antaranya adalah pasar potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragam
Islam dan dengan semakin tumbuhnya kesadaran mereka untuk berperilaku secara
Islami termasuk didalamnya yaitu aspek muamalah atau bisnis..
Alasan kedua, yaitu sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dan tangguh dalam menghadapi goncangan krisis moneter. Belajar dari pengalaman ketika krisis moneter melanda Indonesia pada 1997, sejumlah bank konvensional goncang dan akhirnya dilikuidasi karena mengalami negative spread, yang akhirnya tidak mampu menunaikan kewajibannya kepada masyarakat.
Alasan kedua, yaitu sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dan tangguh dalam menghadapi goncangan krisis moneter. Belajar dari pengalaman ketika krisis moneter melanda Indonesia pada 1997, sejumlah bank konvensional goncang dan akhirnya dilikuidasi karena mengalami negative spread, yang akhirnya tidak mampu menunaikan kewajibannya kepada masyarakat.
Hal ini terjadi karena bank harus membayar
bunga simpanan nasabah yang jauh lebih tinggi dari pada bunga kredit yang
diterimanya dari debitur. Kondisi tersebut tidak berpengaruh sama sekali
terhadap perbankan syariah (yang memakai sistem bagi hasil). Hal ini terjadi
disebabkan bank syariah tidak dibebani kewajiban untuk membayar bunga simpanan
kepada para nasabahnya
Bank syariah hanya membayar bagi hasil kepada
nasabahnya sesuai dengan margin keuntungan yang diperoleh bank, dengan sistem
ini bank syariah tidak akan mengalami negative spread sebagaimana dialami oleh
perbankan konvensional yang memakai sistem bunga. Bisa jadi hal inilah yang
menjadi pemicu suburnya perbankan syariah di Negara-negara yang berpenduduk
muslimnya minoritas. Sebagai contoh, 60 persen nasabah Bank Islam di Singapura
adalah non muslim. Kalangan perbankan di Eropa pun sudah melirik potensi
perbankan syariah. BNP Paribas SA, bank terbesar di Peraneis telah membuka
layanan Syariahnya, yang diikuti oleh UBS group, sebuah kelompok perbankan
terbesar di Eropa yang berbasis di Swiss, telah mendirikan anak perusahaan yang
diberi nama Noriba Bank yang juga beroperasi penuh dengan sistem syariah.[2]
C.
Prospek implementasi
Dari sisi kemantapan dan kematangan teoritis, makin banyak orang
percaya akan keunggulan system ini. Ada dua persoalan yang sering di anggap
ganjalan serius bagi sekelompok pihak.
Pertama, bahwa di bandingkan dengan system ekonomi kapsitalisme dalam pola
pikir positivism yang menjadi mainstream pengembangan ilmu saat ini. Ekonomi
islam yang normatif dapat dijelaskan bahwa:
1.
Sesungguhnya baik system ekonomi kapitalisme maupun sosialisme,
pada awalnya berawal dari sesuatu yang bersifat normative. Dalam perkembangannya,
terjadi proses yang lebih bersikap deskriptif dan tidak terlalu preskriptif.
2.
Kendati bersifat normative, dilihat dari sisi transedental system
ekonomi islam di jadikan sebagai petunjuk dari yang maha tahu. Nilai kepastian
untuk terciptanya tujuan ekonomi islam yakni peningkatan kesejahteraan umat
secara keseluruhan.
Kedua, untuk kasus prospek system ekonomi di Indonesia, ada satu factor
lagi yang member peluang besar, yaitu sifat semakin akomodatifnya aturan-aturan
yang ada.
Dari
proses implementasi system ekonomi islam ada yang menarik dari proses tersebut.
Dari perkembangan sejak lahirnya undang-undang No.7 tahun 1992 tentang
perbankan yang mulai mengkomodir kehadiran bank syariah ada kesan, bahwa
perkembangannya relative lambat. Bank syariah yang berdiri sejak masa itu atau
lebih lagi dari kontribusi nyata bank-bank syariah secara agregat terhadap
ekonomi islam. Akibat sosialiasi system ekonomi ilsam lebih bersifat pendekatan
rasionalitas dan sangat sedikit di lakukan dengan sentuhan akidah masyarakat
muslim menjadi bersikap mendua, sikap salah kaprah dan kesempitan pemahaman,
yang pada gilirannya memunculkan sikap skpetis, apatis atau opportunis.
D.
Pemahaman Makna Akuntansi
Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat
didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang
disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan
oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan
suatu kejadian atau peristiwa.[3]
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber
dari Al Quran, As Sunnah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu
peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan
Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus
yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Dalam Akuntansi Syariah
tidak hanya melihat dari sudut pandang kuantitatif tetapi juga melihat dari
kualitatif.
Sistem ekonomi
syariah semakin hari perkembangannya semakin dikenal di masyarakat. Tak hanya
untuk kalangan Islam semata, tetapi juga bagi mereka yang non muslim. Ini
ditandai dengan makin banyaknya nasabah-nasabah pada bank yang menerapkan
konsep syariah. Melihat perkembangan itu, tidak tertutup kemungkinan pada masa
mendatang seluruh aspek perekonomian akan berbasiskan syariah. Ini menunjukkan
nilai-nilai Islam dapat diterima di berbagai kalangan karena sifatnya yang
universal, tidak eksklusif dan tentu saja memiliki output yang kompetitif
dengan perbankan konvensional. Kini pun telah hadir pegadaian syariah,
pembiayaan syariah, asuransi syariah dan produk-produk keuangan lainnya. Satu
persamaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah kedua-duanya berusaha
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Tentu saja dengan tujuan tersebut,
bank syariah dituntut untuk berkembang dan menjadi lembaga finansial yang
bonafid dan profesional.
Artinya, bank syariah dalam menajemen investasi
dan finansial juga dituntut untuk menggunakan asas profit oriented sebagaimana
bank konvensional. Maka bank syariah bukan sekedar menggunakan jalur emosional
keagamaan untuk menjaring nasabahnya. Itulah salah satu persamaan yang bisa
dijadikan referensi dan motivasi dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan
perbankan syariah. Di sisi lain, Bank Syariah juga mempunyai tugas dan
kewajiban yang harus diembannya, yaitu menjalankan pertumbuhan ekonomi
berdasarkan ketentuan syariah, dimana usaha mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya itu harus didasarkan pada pedoman yang telah ditetapkan
syariah, disinilah letak simpul perbedaannya.
Akuntansi
merupakan sebuah alat dalam bisnis. Melalui alat ini di upayakan tercapai
tujuan-tujuan tertentu dalam bisnis. Dalam konteks ini seorang memahami baiknya
makna dan peran akuntansi syariah dalam arti yang lebih substansif. Memahami
akuntansi adalah salah satu alat bisnis bagi pihak-pihak tertentu . ada dua
tujuan untuk meyakini alat ini di antaranya:
1)
Sebagai media pertanggung jawaban satu pihak terhadap pihak yang
lain
2)
Sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan bisnis.
Dua peran dasar
tersebut tidak mengalami perubahan dalam akuntansi. Walaupun sejumlah perubahan
tertentu lainnya terjadi dalam dunia akuntansi. Dalam konteks tujuan yang
pertama ada perubahan-perubahan yang intinya bergesernya orientasi pertanggung
jawaban.
Bias-bias sering
bentuk sering terjadi dalam akuntansi konvensional. Situasi inilah yang
merupakan salah satu penyebab kacaunya perekonomian sebuah bangsa. Krisis yang
tak kunjung selesai yang sudah sekian tahun kita alami bersama, diantaranya
juga karena factor ini.[4]
E.
Prospek dan Tantangan
Standar akuntansi
pada hakikiatnya adalah sebuah aturan main yang dibangun untuk mencegah
penyalahgunaan wewenang oleh astu kelompok orang atau atas kelompok yang lain.
Dalam akuntansi misalnya, standar disusun agar ada kesejajaran antara pihak
manajemen yang menyusun laporan keuangan sebagai media pertanggung jawaban dan
pihak eksternal sebagai pembaca dan pengguna informasi.
Sebuah aturan main itu, khususnya standar akuntansi, akan dipatuhi
beberapa persyaratan dan akan ditentukan lebih jauh oleh 5 faktor yakni
Ø Clarity in
standars
Ø Explicit
guidelines
Ø Open ness in
process
Ø Clear objective
for standars seting body
Ø Stakeholders
participation
Secara sederhana
dan normative prospek dan tantangan akuntansi syariah dapat di tanggapi ddengan
mudah. Artinya, prospeknya akan bagus bila mana semua persyaratan di atas dapat
dipenuhi. Sebaliknya tantangannya akan berat bila mana semakin banyak
faktor-faktor yang disebut di atas di langgar. Suatu hal yang menarik adalah
ada kesepahaman yang cukup merata bahwa akuntansi konvensional diyakini tidak
dapat dipakai apa adanya,sehingga kebutuhan akan adanya akuntansi yang sesuai
syariah menjadi sesuatu yang niscaya adanya.[5]
F.
Pokok-pokok fikiran akuntansi islam antara lain terdapat pada
hal-hal sebagai berikut:
1.
Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan
nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa
yang dimaksud dengan modal pokok (nsure) belum ditentukan. Sedangkan konsep
Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan
tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan
datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas.
2.
Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua
bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva
lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi
harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang
dibagi menjadi barang milik dan barang dagang.
3.
Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain
yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai
perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber
harga atau nilai.
4.
Konsep konvensional mempraktekkan teori pencadangan dan ketelitian
dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba
yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu
dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang
berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko.
5.
Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup
laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,
sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan
laba yang berasal dari nsure (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi.
Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau
dicampurkan pada pokok modal.
6.
Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada
ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu
nsurea ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang
telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan
untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu
diperoleh.[6]
Dari uraian di atas dapat kita
simpulkan bahwa perbedaan akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah
sangatlah mendasar. Perbedaan ini menurun pula pada cabang-cabang dari ilmu
akuntansi tak terkecuali pada Akuntansi Biaya. Pada paper ini penulisakan membahas
tentang beberapa konsep dasar dari akuntansi biaya berbasis syariah, persamaan,
perbedaan, prospek, tantangan, hambatan, dan solusinya.[7]
BAB 3
KESIMPULAN
Banyak lembaga-
lembaga keuangan konvensional yang
sekarang ini mulai melirik sistem ekonomi syariah, di antaranya adalah
pasar potensial, hal ini
dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam dan dengan semakin tumbuhnya kesadaran mereka untuk berperilaku secara
Islami termasuk di dalamnya yaitu aspek muamalah atau bisnis..
Alasan kedua, yaitu sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dan tangguh dalam menghadapi goncangan krisis moneter.
Alasan kedua, yaitu sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dan tangguh dalam menghadapi goncangan krisis moneter.
Adapun
cirri-ciri dari Sistim Ekonomi islam, yaitu:
·
Tauhid
·
Rububiyah
·
Khilafah
·
Tazkiyah
·
Mas-u-liyah
·
Ukhuwah
Pada Prospek dan Tantangan Akutansi
Syariah, Standar akuntansi pada hakikiatnya adalah sebuah aturan main yang
dibangun untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh astu kelompok orang atau
atas kelompok yang lain. Sebuah aturan main itu, khususnya standar akuntansi,
akan dipatuhi beberapa persyaratan dan akan ditentukan lebih jauh oleh 5 faktor
yakni
Ø Clarity in
standars
Ø Explicit
guidelines
Ø Open ness in
process
Ø Clear objective
for standars seting body
Ø Stakeholders
participation
Secara sederhana dan normative
prospek dan tantangan akuntansi syariah dapat di tanggapi dengan mudah.
Artinya, prospeknya akan bagus bila mana semua persyaratan di atas dapat
dipenuhi. Sebaliknya tantangannya akan berat bila mana semakin banyak
faktor-faktor yang disebut di atas di langgar.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan,
akhyar.2005. Akutansi Syariah. Yogyakarta: UII Press.
Prospek dan tantangan dalam akuntansi syariah. prospek
akuntansi syariah pdf - P(1) - Search-Document.com. 29 Maret 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar