Selasa, 01 Mei 2012

segi-segi kemukjizatan al-qur'an





Disusun oleh:
MUHAMMAD MAARIF
(NIM:14112211279)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SYEKH NURJATI
CIREBON
Jln.Perjuangan by pass Sunyaragi - Cirebon


Latar belakang
            Tujuan kita membagas tentang kemukjizatan Al-Quran adalah untuk mempertebal keyakinan kita mengenai Al-Quran bahwasannya Al-Quran adalah penerang umat islam di muka bumi, di dalamnya terkandung perintah hukum serta pedoman-pedoman yang ditunjukan kepada umat manusia. Sehingga Al-Quran bisa menjadikan rahmatan lil alamin bagi umat manusia.
            Oleh karena itu dalam dalm pembahasan ini kita perlu mengkaji lebih dalam tentang segi-segi kemukjizatan Al-Quran dalam aspek bahasa dan tuisannya.
Pembahasan
1.Pengertian
           Kata mukjizat diambil dari bahasa arab a’jaza-I’jaz yang berarati melemahkan atau menjadikan tidak mampu .Pelakunya(yang melemahkan )dinamakan mukjiz dan pihak yang mampu melemahkan pihak lain sehingga mampu membungkam lawan , dinamakan mukjizat[1].
           Secara etimologi, menurut Imam as-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an jilid 2 hal.116,”Mukjizat dalam pemahaman syara’ adalah kejadian yang melampaui batas kebiasaan , didahului olehtantangan ,tanpa ada tandingan “
2.Macam –macam mukjizat
          Secara garis besar , mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok yaitu yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat imaterial, logis, dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan  jenis pertama . Mukjizat  mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluar biasaan tersebutdapat disaksikan atau dijangkau  langsung lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya[2] .
3.Segi-segi kemukjizatan Al-qur’an  
 a.Gaya Bahasa
       Gaya bahasa Al-qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona . Kehalusan ungkapan bahasanya banyak membuat banyak dian tara mereka masuk islam .Bahkan Umar bin Khatab pun yang mulanya dikenal sebagai orang yang paling membenci /memusuhi nabi Muhammad SAW dan bahkan berusaha untuk membunuhnya , memutuskan untuk masuk islam dan beriman pada kerasulan Muhammad hanya karena membaca petikan ayat-ayat Al-Qur’an .Susunan Al-Qur’an tidak dapat disamakan oleh karya sebaik apun.[3]
            Bahasa atau kalimat-kalimat al-qur’an adalah kalimat –kalimat yang menakjubkan, yang berbeda sekali dengan kalimat-kalimat bahasa Arab.Ia mampu mengeluarkan sesuatu yang abstrak kepada fenomena yang dapat dirasakan sehingga didalamnya dapat dirasakan ruh dinamika. Adapun huruf tidak lain hanya symbol makna-makna, sementara lafazh memiliki petunjuk-petunjuk etimologis yang berkaitan dengan makna-makna tersebut. Menuangkan makna-makna yang  abstrak tersebut kepada batin seseorang dan kepada hal-hal yang biasa dirasakan (al-mabsusat) yang bergerak didalam imajinasi dan perasaan, bukan hal yang mudah dilakukan. [4]
              Al-qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya sehingga membuat kagum, bukan hanya bagi orang-orang mukmin , tetapi juga bagi orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringakali secara sembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat Al-qur’an yang dibaca oleh kaum muslim.
 Berdsarkan sifatnya, mukjizat (Al-Qur`an) yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW. sangatlah berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada nabi-nabi terdahulu. Jika para nabi sebelumnya bersifat Hissiy-Matrial sedangkan Al-Qur`an bersifat maknawy / immateri. Perbedaan tersebut bertolak pada dua hal mendasar yaitu pertama, para nabi sebelum Muhammad SAW. ditugaskan pada masyarakat dan masa tertentu. Oleh karenanya mukjizat tersebut hanya sementara. Sedangkan Al-Qur`an tidak terbatas pada masyrakat dan masa tertentu sehingga berlaku sepanjang masa. Kedua, secara historis-sosiologis dalam pemikirannya manusia mengalami perkembangan. Auguste Comte(1798-1857) –sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab- ia berpendapat bahwa pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami tiga fase. Pertama Fase keagamaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan manusia ia mengembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi pada kekuatan Tuhan atau dewa yang diciptakan dari benaknya. Kedua fase metafisika, yaitu manusia berusaha menafsirkan gejala yang ada dengan mengembalikan pada sumber dasar atau awal kejadiannya. Ketiga fase ilmiah, dimana manusia dalam menafsirkan gejala atau fenomena berdasarkan pengamatan secara teliti dan eksperimen sehingga didapatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena tersebut[5]. Posisi Al-Qur`an sebagai mukjizat adalah pada fase ketiga dimana ditengarahi bahwa potensi pikir-rasa manusia sudah luar biasa sehingga bersifat universal dan eternal.
Timbul pertanyaan lain,”apakah mungkin mukjizat Al-Qur’an dengan penjelasan dan keindahan bahasanya diterjemahkan untuk diketahui orang asing yang tidak mengerti bahasa arab ?” Pertanyaan ini mengarah kita pada sebuah hakikat penting .Yaitu, bahwa para penerjemah muslim, yang berusaha menerjemahkan Al-Qur’an menemukan kerumitan dan usaha berat untuk memaparkan untaian Qur’ani dari teks Arab yang indah dan memiliki tekanan dalam waktu yang sama .Apalagi, keindahan inspirasi dan daya tariknya , ungkapan yang berani dan kelembutan syairnya .Sementara itu ,pada waktu yang sama berusaha setiap helai makna dengan tetap memperhatikan kebesaran dan ketinggian makna yang dikandungnya .
Letak mukjizat Al-Qur’an pada lafaz-lafaznya uang dapat dibaca dan didengarkan bias menumbuhkan hidup yang baru dalam jiwa setiap muslim .Khususnya ,bagi mereka yang pandai berbahasa Arab dan mengerti dengan rahasia-rahasianya.
Rahasia-rahasianya dan hakikat-hakikat yang dikandung dalam Al-qur’an tidak saja tertuju padahal yang bersifat ilmiah. Ia juga mengandung rahasia-rahasia dan hakikat hakikat jiwa  dan ruh yang bisa meninggikan derajat manusia dan mendorongnya menuju kesempurnaan . Hakikat ini bisa ditemukan dalam Al-qur’qn oleh ahli ilmu social, filsafat , dan ilmu jiwa.Bisa juga ditemukan oleh mereka yang tidak mengeri makna tersirat dari bahasa selain dari hanya sekedar tahu bahasa percakapan.


b.Susunan kalimat
        Kendatipun Al-qur’an itu hadis qudsi,dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi , tetapi uslub (style) atau susunan bahasanya jauh berbeda.Uslub bahasa Al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingka dengan lainnya .Al-Qur’an muncul dengan uslub yang begitu indah.Didalam uslub tersebut terkandung  nilai-nilai istimewa yang tidak pernah ada pada ucapan manusia .
         Dalam Al-qur’an , misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk yang sangat indah lagi sangat mempesona, Jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh para penyair dan sastrawan .Dapat dilihat dalam contoh surat Al-Qori’ah ayat 5, Allah berfirman:
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hemburkan “
Bulu yang dihambur-hamburkan ini sebagai gambaran dari gunung gunung yang telah hancur lebur berserakan bagian-bagiannya. 
Kajian mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan dalam bukunya Stilistika Al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam Al-Qur`an dan penggabungannya antara konsonan dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan dalam pengucapannya. Lebih lanjut –dengan mengutip Az-Zarqoni- keserasian tersebut adalah tata bunyi harakah, sukun, mad dan ghunnah(nasal). Dari paduan ini bacaan Al-Qur`an akan menyerupai suatu alunan musik atau irama lagu yang mengagumkan. Perpindahan dari satu nada ke nada yang lain sangat bervariasi sehingga warna musik yang ditimbulkanpun beragam. Keserasian akhir ayat melebihi keindahan puisi, hal ini dikarenakan Al-Qur`an mempunyai purwakanti beragam sehingga tidak menjemukan. Misalnya dalam surat Al-Kahfi(18: 9-16) yang diakhiri vocal “a” dan diiringi konsonan yang berfariasi, sehingga tak aneh kalau mereka (masyarakat Arab) terenyuh dan mengira Muhammad berpuisi. Namun Walid Al-mughiroh membantah karena berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang ada, lalu ia mengira ucapan Muhammad adalah sihir karena mirip dengan keindahan bunyi sihir (mantra) yang prosais dan puitis. Sebagaimana pula dilontarkan oleh Montgomery Watt dalam bukunya “bell’s Introduction to the Qoran” bahwa style Quran adalah Soothsayer Utterance (mantera tukang tenung), karena gaya itu sangat tipis dengan ganyanya tukang tenung, penyair dan orang gila[6]. Terkait dengan nada dan lagam bahasa ini, Quraish Shihab mngutip pendapat Marmaduke -cendikiawan Inggris- ia mengatakan bahwa Al-Qur`an mempunyai simponi yang tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka cita. Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian dilanjutkan dengan lagam yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang.[7]


4.Analisis

        Ternyata Al-Qur’an merupakan hal mukjizat terbesar yang turun dimuka bumi yang diberikan kepada nabi Muhammad SAW yang ditunjukkan untuk umat Islam. Al-Qur’an bagikan cahaya yang menyinari bumi yang dalam kegelapan dan Al-Qur’an juga menjadi pedoman dan tuntunan bagi umat manusia dalm menjalani kehidupannya.
       Keistimewaan Al-Qur’an juga terdapat dari gaya bahasa dan susunan kalimat. Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang-orang menjadi kagum dan terpesona sampai-sampai mereka masuk Islam. Apabila kita mendengarkan lantunan Al-Qur’an dengan tenang maka kita merasakan ada getaran dalam diri kita yang sulit untuk diungkapan seperti ada ketenangan jiwa yang kita rasakan. Gaya bahasa Al-Qur’an juga berbeda dengan bahasa Arab.
        Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya sehingga membuat kagum, bukan saja bagi orang-orang mukmin, tetapi bagi orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslim. Disamping mengagumi keindahan bahasa  Al-Qur’an, mereka juga mengagumi kandungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
    Oleh karena itu  Al-Qur’an menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi semua makhluk didunia. Didalamnya merupakan petunjuk yang benar dan menjadi pedoman hidup bagi siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan diakhirat dan apabila orang tidak mempercayai kebenaran Al-Qur’an maka celakalah mereka. Tidak ada satupun kitab didunia ini yang setara dengan mukjizat yang diberika kepada nabi Muhammad SAW yaitu Al-Qur’an yang menjadi penerang kehidupan alam semesta.

Daftar Pustaka
1.M. Quraish Shihab. Mukjizat Al-Qur`an. Bandung|: Misan, cetakan V April 1999
2.Abdushamad, Muhammad Kamil.2003.Mukjizat ilmiah dalam Al-Qur’an.Bandung:Media Eka Sarana.
3.Al-munawan, Said Agil Husin.Al-qur’an Membangun Kesalehan yang Hakiki.Ciputat: Press
4 Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Qur`an, Titan Ilahi Perrs yogyakarta cetakan 1 November 1997



[1] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, Mizan ,Bandung, 1997,hlm.23
[2] Ibid,…….hlm.35
[3] Muhammad Ali Ash-Shabuni, At-tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Maktabah Al-Ghazali, Damaskus,1390,hlm.105.
[4] Said Agil Husin Al-munawan. Al-Qur’an Membangun Kesalehan yang Hakiki.hlm:33
[5]  M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 36-37

[6]  Lihat Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Quran, Titan Ilahi Pers yogyakarta cetakan 1 November 1997, hal. 39-41
[7] M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan V April 1999, hal. 119

Selasa, 24 April 2012

Pengertian hadist,sunnah,khabar,dan ashar


MAKALAH
PENGERTIAN HADIST, SUNNAH, KHABAR, DAN ATSAR
Diajukan untuk memenuhi  tugas mandiri mata kuliah Ilmu Hadist
Dosen Pembimbing :  Umayyah, M.Ag


15957_1067635268516_1755113621_154997_2922723_n
 








Nama :
-Muhammad Ma’arif
-Sayyidah Qonita Putri
-Muhammad Wahyudi
Kelas: MEPI VI / I


JURUSAN SYARIAH FAKULTAS MEPI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama yang universal karena dalam ajaran islam melingkupi urusan dunia dan akhirat, ajaran agama islam pertama kali muncul di jazirah arab yang dibawakan oleh seorang tokoh yakni nabi Muhammad SAW. Islam berarti ajaran agama yang dibawakan oleh nabi Muhammad yang Al-Qur’an sebagai sumber hukum utamanya.  Al-Qur’an adalah wahyu Allah di sampaikan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril secara berangsur – angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari terdiri atas 30 juz, 114 surat, yang surat  pertamanya adalah Al-Fatihah dan surat terakhir surat Annas. Dalam mengkaji Al-Qur’an sebagai sumber hukum banyak sekali yang dilakukuan sebagai dasar ilmu pengetahuan diantaranya melalui tafsir, terjemah dan pendalaman Al-Qur’an atau yang biasa di sebut Ulumul Qur’an.
Selain Al-Qur’an Islam juga memiliki sumber hukum yang lain seperti Hadis, Ijma dan Qiyas. Dalam hal ini penulis ingin mengaji ilmu–ilmu hadis dari segi pengertian Hadis, Khabar dan Atsar.
B.     Rumusan Masalah :
1.      Bagaimana pengertian Hadis menurut beberapa pendapat
2.      Bagaimana pengertian Sunnah
3.      Bagaimana pengertian Khabar
4.      Bagaiman pengertian Atsar
5.      Bagaimana persamaan dan perbedaan antara Hadis, Sunnah, Khabar, dan atsar

C.    Hadis
Sumber ajaran islam selain Al-Qur’an tiada lain tentunya adalah hadis, yang merupakan penafsiran al-Qur’an dalam praktik atau penerapan ajaran islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi Muhammad SAW. merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang di tafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang di jabarkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal diatas tentunya didasarkan pada beberapa argumentasi, berikut beberapa Argumen mengenai hadis :




1.      Menurut Drs. Abubakar Muhammad
Hadis menurut pengertian istilah (definisinya) menurut jumhur ulama yang dikutip dalam buku ‘ikhtisar mustahalul hadits’ bahwa disitu ialah ‘sesuatu yang disandarkan pada nabi saw berupa perkataan atau perbuatan atau takhrirnya dan sebagainya.[1]
           Berdasarkan definisi tersebut kita dapat mengetahui bahwa yang dinamai hadits itu melipiti tiga unsur pokok, yaitu :
a.       Perkataan Nabi Muhammad SAW yang beliau sabdakan
b.      Perbuatan beliau yang dilihat oleh sahabatnya
c.       Perbuataan sahabat yang diketahui oleh Nabi Muhammad SAW yang beliau tidak menegurnya atau beliau tidak menyalahkanya sebagai tanda setuju[2]
Dari tiga unsur diatas kita dapat mengartikan bahwa yang dimaksud hadis ialah segala perilaku yang berupa perkataan, perbuatan yang dilakukan oleh sahabatnya dan beliau tidak menegurnya.
Sehingga hadis memiliki peranan yang sangat penting untuk menjadi pegangan umat muslim di dunia.
2.      Menurut Drs. Rs. Abdul Aziz
Dilihat dari segi bahasanya hadis mempunyai arti yang baru, yang dekat, kabar/warta berita.[3] Sedangkan menurut istilah hadis yaitu segala sesuatu ucapan atau perbuatan nabi Muhammad SAW, segala perbuatan ataupun perilaku-perilaku beliau.[4]
Oleh karena itu hadis mempunyai kedudukan yang sangat penting karena hadis merupakan penuntun manusia dalam berperilaku sehari-hari dalam kehidupannya.
3.      Menurut Drs. M Agus Solahudin M.
Menurut ibnu manzhur, kata “Hadis” berasal dari bahasa Arab yaitu Al-Hadis, jamaknya yaitu al-ahadis, al-hadisan, al-hudsan. Secara etimologis, kata ini memiliki banyak arti, diantaranya yaitu al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang lama), dan al-khabar yang berarti kabar atau berita.[5]
Disamping pengertian tersebut, M.M Azami mendefinisikan bahwa kata “hadis” (arab : Al-hadis) secara etimologi (lughawiyah) berarti “komunikasi”, kisah, “percakapan” religius atau sekuler, historis atau kontemporer.[6]
D.    Sunnah    
Menurut Bahasa, Sunnah berati kebiasaan yang baik atau yang jelek. Menurut batasan Menurut batasan lain dikatakan “jalan (yang dijalani) baik yang terpuji atau tercela, jalan yang lurus atau tuntutan yang tepat/konstan.
Menurut istilah, di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi dan sudut pandang masing-masing terhadap diri Rasulullah SAW secara garis besarnya mereka terkelompok menjadi 3 golongan, ahli hadis, ahli ushul dan ahli fiqih.
Pengertian menurut ahli hadis, sunnah adalah segala yang bersumber dari nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup baik sebelum menjadi Rasul maupun sesudahnya.
Menurut ahli ushul, sunnah adalah segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW yang berhubungan dengan hukum syara’, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau.
Menurut ahli fiqih, segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW selain yang di fardhukan dan diwajibkan, menurut mereka, sunnah merupakan salah satu hukum yang lima (wajib, sunnah, haram, makruh, mubah) dan yang tidak termasuk kelima hukum ini adalah bid’ah.
E.     Khabar
Khabar menurut bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain. Khabar menurut Muhadditsin adalah warta dari Nabi, Shahabat, dan Tabi’in. oleh karena itu, hadits marfu’, maukuf, dan maktu’ bisa dikatakan sebagai khabar.
Dan menurutnya khabar murodif dengan hadits.
Sebagian ulama berpendapat bahwasannya hadits dari Rosul, sedangkan khabar dari selain Rosul. Dari pendapat ini, orang yang meriwayatkan hadits disebut Muhadditsin dan orang yang meriwayatkan sejarah dan yang lain disebut Akhbari.
Adapun secara terminologi terdapat perbedaan pendapat terkait definisi khabar, yaitu:
  1. Kata khabar sinonim dengan hadits;
  2. Khabar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan seseorang selain Nabi Muhammad. Sedangkan hadits adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan Nabi Muhammad.
  3. Khabar mempunyai arti yang lebih luas dari hadits. Oleh karena itu, setiap hadits dapat disebut juga dengan khabar. Namun, setiap khabar belum tentu dapat disebut dengan hadits.
F.     Atsar
Atsar menurut etimologi, ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, atau berarti sisa reruntuhan rumah dan sebagainya.[7] dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu doa umpamanya yang dinukilkan dari nabi dinamai doa matsur.
Para fuqaha memakai perkataan “atsar” untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain.(8 prof dr.tm hasbi ash shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadits : 1954 Hal : 32)
Atsar menurut bahasa adalah sisa dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah ada dua pendapat :
  • Ada yang mengatakan bahwa atsar itu sama dengan hadits, makna keduanya adalah sama.
  • Ada yang berpendapat bahwa atsar berbeda dengan hadits, yaitu apa yang disandarkan kepada shahabat dan tabi’in, baik berupa perkataan dan perbuatan mereka.

G.    Persamaan Dan Perbedaan Antara Hadis, Sunnah, Khabar, dan atsar
Dari keempat istilah yaitu Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar, menurut jumhur ulama Hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan sunnah, khabar atau atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar dan atsar. Maka Hadits Mutawatir dapat juga disebut dengan Sunnah Mutawatir atau Khabar Mutawatir. Begitu juga Hadits Shahih dapat disebut dengan Sunnah Shahih, Khabar Shahih, dan Atsar Shahih.
Tetapi berdasarkan penjelasan mengenai Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar ada sedikit perbedaan yang perlu diperhatikan antara hadits dan sunnah menurut pendapat dan pandangan ulama, baik ulama hadits maupun ulama ushul dan juga perbedaan antara hadits dengan khabar dan atsar dari penjelasan ulama yang telah dibahas. Perbedaan-perbedaan pendapat ulama tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
a)      Hadits dan Sunnah : Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber dari Nabi SAW, sedangkan Sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.
b)      Hadits dan Khabar : Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa Khabar sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada selain Nabi SAW., Hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. Tetapi ada ulama yang mengatakan Khabar lebih umum daripada Hadits, karena perkataan khabar merupakan segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi SAW., maupun dari yang selainnya, sedangkan hadits khusus bagi yang diriwayatkan dari Nabi SAW. saja. “Ada juga pendapat yang mengatakan, khabar dan hadits, diithlaqkan kepada yang sampai dari Nabi saja, sedangkan yang diterima dari sahabat dinamai Atsar”.
c)      Hadits dan Atsar : Jumhur ulama berpendapat bahwa Atsar sama artinya dengan khabar dan Hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa Atsar sama dengan Khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi’in. “Az Zarkasyi, memakai kata atsar untuk hadits mauquf. Namun membolehkan memakainya untuk perkataan Rasul SAW. (hadits marfu)”. Dengan demikian, Hadits sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. saja, sedangkan Atsar sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi’in.
H.    Kesimpulan
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Sunnnah menurut bahasa, sunnah adalah “Kebiasaan dan jalan (cara) yang baik dan yang jelek.” Menurut batasan lain, sunnah berarti “Jalan (yang dilalui) baik yang terpuji atau yang tercela ataupun jalan yang lurus atau tuntutan yang tetap (konsisten).”
Dan ahli fiqih mengartikan sunnah sebagai “Segala ketetapan yang berasal dari Nabi selain yang difardhukan dan diwajibkan.” Menurut mereka, “Sunnah merupakan salah satu hukum yang lima (wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah), dan yang tidak termasuk kelima hukum ini disebut bid’ah.”
Khabar menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits. Keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Adapun atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits, dan sunnah. Adapun pengertian atsar menurut istilah terdapat di antara para ulama.(9 (Drs. H. Muhammad Ahmad dan Drs. M. Mudzakir. Ulumul Hadits untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK hal 52)
Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. “Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu.















DAFTAR PUSTAKA
1.      Muhammad, Drs. Abu Bakar. Hadist Tarbiyah. PT. Al-Ikhlas, Surabaya : 1995
2.      Solahudin. Drs. M. Agus, dkk. Ulumul Hadis. PT. Pustaka Setia. Bandung. 2009
3.      Aziz, Drs. Rs. Abdul Hadist, Ilmu Hadist. PT. Wicaksana. Semarang. 1989 / 1990
4.      Ash-Shiddieqy, Prof. Dr. T.M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. PT Bulan Bintang, Jakarta :1954
5.      Ahmad, Drs. H. Muhamma&Drs. M. Mudzakir, Ulumul Hadits untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Pustaka Setia 1997.



[1] Drs. Fathur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadist. PT. Al-Ma’arif, Bandung. 1970 Hal. 6
[2] Ibid, Hal. 25
[3] Drs. Rs. Abdul Aziz, Hadist Ilmu Hadist. PT. Wicaksara, Semarang. 1988. Hal : 7
[4] Ibid
[5] Muhammad Ibn Mukaram , Ibn Manzhur, Lisan Al-Arab. Juz II : 1992. Hal : 131
[6] M. M. Azami, Studies in Hadist Methodology and literatur Terj. Meth Krelaha. Jakarta:Lentera. 2003. Hal 21-23
[7] Al-Sayyid Muhammad Ibn ‘alawi al-maliki al-hasani, al-manhal, al-latif fi ushul al-hadits al syarif, hlm :51